Showing posts with label media massa. Show all posts
Showing posts with label media massa. Show all posts

Friday, January 23, 2015

SABAR

January 23, 2015
"الصَبْرُ عِنْدَ الصَّدمَةِ الْأُوْلَى" رواه الشيخان عن أنس


Seorang wanita menangis dan meratap di atas sebuah kuburan, kala itu. Lantas seorang lelaki berjalan melewatinya. Mendapati wanita itu menangis di sana, lelaki tersebut berseru kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah...!” Mendapat perlakuan seperti itu, wanita tersebut memberi respon yang tidak begitu baik kepada lelaki itu. “Apaan. Pergi sana! Kamu itu tidak merasakan apa yang aku rasakan. Kamu tidak mengalami apa yang aku alami.” Merasa tidak perlu untuk menanggapi sikap wanita itu, lelaki tersebut berlalu meninggalkan wanita itu.

Setelah lelaki itu meninggalkan wanita tadi, ada orang lain yang menghampiri wanita tersebut lalu bertanya, “Kamu tahu siapa lelaki yang tadi menghampirimu?”. “Tidak”, jawab wanita itu. “Dia itu Rasulullaah saw.” Wanita itu pun terkejut seraya beranjak pergi menuju rumah kediaman baginda Rasulullaah saw. “Wahai baginda utusan Allah, maafkan saya. Tadi saya tidak mengenali anda. Saya berjanji akan bersabar dan bertakwa kepada Allah”, wanita itu memohon. Dengan sikap wibawa dan kharismanya, Rasulullah saw bersabda, “Sabar itu pada hentakan/tamparan yang pertama kali.”

Cerita tersebut direka dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari shahabat Anas bin Malik.

Sabda suci Nabi saw tersebut menerangkan pula firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 156 tentang sikap orang-orang sabar yang mendapatkan rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Bunyi ayat tersebut adalah
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦
156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun"

Sungguh indah sabda Rasul saw, “Sabar itu pada tamparan yang pertama”. Maksudnya adalah seseorang dikatakan bersabar jika ia langsung mengingat Allah dan bersabar seketika ia tertimpa suatu musibah.

Orang sabar adalah orang yang tidak sempat melihat musibah, tetapi langsung mengingat Dzat Yang Memberi musibah. Ketika ia mendapatkan mushibah (yang menimpa), yang dalam banyak literatur Islam diterjemahkan sebagai cobaan, ia langsung mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nya lah kami kembali pulang) sembari menyadari dan meyakini makna lafal tersebut.

Demikian orang yang sabar. Tidak ada tempat untuk mencela ketentuan Allah, meratap, atau melampiaskan kesedihannya terhadap hal yang dilarang oleh Allah. Sebaliknya, orang yang jika ditimpa musibah lantas ia berhati sempit, mengeluh, menghujat ketentuan Allah, “Ya Allah, kenapa aku begini? Kenapa harus aku yang mengalami ini?”, ia bukan termasuk orang sabar meskipun setelah itu ia sadar dan sabar.

Sabar merupakan sikap menerima terhadap segala ketentuan dan vonis dari Allah serta sikap takwa kepada Allah SWT dengan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dari pengertian tersebut, dapat diambil konsep tentang kondisi-kondisi sabar yang sering dijelaskan oleh para ulama. Terdapat tiga kondisi sabar, yaitu sabar ketika ditimpa musibah (ash-shabru ‘indal mushiibah / الصبر عند المصيبة), sabar dalam menjalankan ketaatan pada Allah (ash-shabru fii thaa’atillaah / الصبر في طاعة الله ), dan sabar dalam menjauhi maksiat (ash-shabru ‘anil ma’shiyah / الصبر عن المعصية).

Jika seorang hamba sudah memiliki sikap menerima terhadap ketentuan dan vonis dari Allah SWT, tentu ketika ia ditimpa musibah ia langsung menerima dan menyadari bahwa “Allah telah menentukan takdir ini untukku, tidak untuk orang lain.” Ikhlas, untuk kemudian menjadi hamba yang memiliki posisi lebih tinggi di sisi-Nya.

Jika seseorang sudah bertakwa kepada Allah SWT, tentu ia akan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Orang yang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk berbuat kebajikan. Ketika adzan berkumandang, ia segera berwudhu dan bersiap untuk shalat berjamaah. Meskipun banyak hal yang “tanggung” untuk ditunda dan merasa lebih baik menyelesaikan pekerjaan lantas menunda shalat berjamaah, tetapi orang sabar akan mendahulukan shalat berjamaah yang merupakan suatu bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Orang yang sabar akan rela menipiskan dompetnya untuk memberikan sebagian hartanya kepada yang lebih membutuhkan. Semua itu hanya demi mendapat keridhaan Allah semata.

Orang sabar akan menutup mata ketika ada kesempatan untuk melihat hal-hal yang dilarang oleh agama. Orang sabar akan menutup telinga dari mendengarkan hal-hal yang dilarang agama, menutup mulut dari berbicara kotor, menghentikan langkah dari menuju tempat yang dibenci Allah SWT, dan menghentikan tangan dari melakukan hal yang dilarang Allah SWT. Meskipun semua hal yang maksiat itu menggoda, tetapi orang yang dikatakan sabar adalah orang yang bisa menahan diri dari melakukan dosa-dosa yang dihiasi oleh syetan dengan bunga-bunga dunia (kata Bung Haji Rhoma).

Demikian orang yang sabar. Sangat banyak firman Allah SWT yang memberi kabar gembira kepada orang-orang sabar. Allah SWT selalu menyertai mereka. Allah SWT mencintai mereka.

Demikian orang yang sabar. Tidak pernah memandang dunia sebagai dunia, tetapi selalu  mengingat Sang Pencipta alam raya.

Demikian orang sabar. Hatinya lapang, murni, dan selalu menghambakan diri kepada Allah SWT.

Sabar juga merupakan salah satu washilah untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 45, Allah SWT berfirman
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ
Dan hendaklah kalian memohon pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Masalah di dunia ini tak pernah berhenti. Saat kita dilahirkan ke dunia, saat itu pula lah kita memiliki masalah. Setiap masalah tentu ada solusinya. Namun, tidak ada yang memberi solusi melainkan Dzat Yang memberi masalah, yaitu Allah SWT. Dengan demikian, tidak ada yang pantas untuk diminta pertolongan kecuali Allah semata.


Allah memerintahkan kita untuk memohon kepada-Nya dengan sabar dan shalat. Sabar dan shalat merupakan suatu bentuk penghambaan yang harus dilakukan sebelum memohon pertolongan kepada Allah. Sebagaimana dalam surat Al-Fatihah ayat 5.
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥
5. Hanya kepada Engkaulah kami menghamba dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
Penghambaan didahulukan daripada permohonan pertolongan. Artinya, sebelum memohon pertolongan, sadari dulu bahwa kita adalah hamba sembari memperbaiki penghambaan kita kepada Allah SWT.

Dalam surat Al-Baqarah di atas telah disebutkan bahwa bentuk penghambaan yang dijadikan washilah untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT adalah sabar dan shalat. Oleh karena itu, tidak usah khawatir ketika kita tidak memiliki apa-apa untuk diberikan, tidak mampu berbuat apa-apa untuk membantu orang, tetapi kita ingin ditolong oleh Allah. Karena Allah tidak menyuruh apa-apa untuk memohon pertolongan kepada-Nya. Dia hanya memerintahkan kita untuk sabar dan shalat. Perbaiki kualitas sabar dan shalat kita. Perbanyak kuantitas ibadah kita. Insyaallaah, kita pasti ditolong oleh Allah SWT.


Walaahu a’lam bish shawaab.

Usia Muda, Media, dan Narkoba

January 23, 2015
Usia Muda, Media, dan Narkoba
(dimuat di BERNAS edisi 19 Novermber 2014)

     Sekitar 50 orang meninggal dunia setiap hari karena narkoba. Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat), Henry Yosodiningrat, menuturkan bahwa angka kematian yang mengerikan itu terjadi, karena Indonesia sudah menjadi tujuan peredaran narkoba, bukan lagi tempat transit barang haram itu. Bahkan, penduduk Tanah Air ini telah memproduksi sendiri barang setan tersebut yang tujuannya tiada lain adalah untuk disalahgunakan. 
     Perlu diketahui bahwa diantara bentuk penyalahgunaan narkoba adalah mengkonsumsinya untuk selain pengobatan atau penelitian dan mengedarkannya kepada pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Narkoba dapat membuat penggunanya hilang kesadaran, mengalami halusinasi, pikiran melayang, dan kesenangan sementara.
     Dewasa ini, penyalahguna narkoba bukan hanya dari kalangan elit dewasa, namun juga anak kecil yang masih memiliki masa depan tetapi hancur karena rasa penasaran terhadap narkoba, kemudian dilampiaskan. Hal ini tidak lain karena lingkungan yang mendorongnya untuk menyalahgunakan narkoba, meskipun sakunya tidak mendukung. Ironisnya, banyak pula konsumen barang haram itu adalah para artis yang menjadi sorotan masyarakat karena popularitasnya yang membubung di media. Selain itu, idola-idola masyarakat pun telah mengkonsumsi narkoba. 
     Misalnya saja penangkapan Raffi Ahmad yang dilakukan pada Ahad (27/1) pukul 05.30 WIB dan dipimpin oleh Deputi Penindakan BNN Irjen Benny Mamoto di kediaman mantan kekasihnya, Yuni Shara, menjadi berita terhangat yang mencoreng nama baik dunia remaja dan Indonesia. Ia ditangkap lantaran mengadakan pesta narkoba di rumahnya, Lebak Bulus.
Sammy, vokalis band Kerispatih, ditangkap kala tengah berpesta shabu-shabu di sebuah rumah kos-kosan di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa malam (03/02/10). 
Roy Martin dicokok polisi saat pesta shabu-shabu bersama empat temannya di sebuah hotel di Apartemen Novotel, Jalan Ngagel, Surabaya, pada 13 November 2007. Sebelumnya Roy pernah mendekam di penjara lantaran kasus sejenis. Ini mengindikasikan bahwa hukuman di Indonesia tidak membuat para pembuat onar jera.
     Belum usai kasus Roy Martin, rocker gaek Ahmad Albar ditangkap tim reserse Mabes Polri karena diduga terlibat kasus penemuan 490 ribu butir ekstasi di apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat. Dan masih banyak lagi kasus-kasus sejenis di kalangan selebritis.
Di sisi lain, yang lebih memprihatinkan lagi, para konsumen narkoba adalah orang-orang yang idealnya masih dalam usia produktif.
     Misalnya saja, artis cantik pelantun tembang 'Aku Tak Biasa', Alda Risma, meninggal pada usia 24 tahun pada tahun 2006 di sebuah kamar hotel di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Diduga penyebab kematiannya adalah overdosis lantaran di sekujur tubuhnya terdapat banyak bekas suntikan. 
     Ryan Hidayat, seorang aktor Indonesia yang tenar pada tahun 90-an, meninggal karena overdosis pada usia 26 tahun.
     Sebuah nama yang terpatri dalam lagu penyanyi legendaris Iwan Fals yang tidak lain adalah nama dari anak pertamanya sendiri, Galang Rambu Anarki, meninggal dalam usia sangat belia, 15 tahun, lantaran mengkonsumsi barang setan, narkoba.
     Masih banyak artis yang terlibat kasus narkoba, baik yang diketahui maupun tidak, seperti artis berinisial YL yang belum diketahui identitas lengkapnya oleh publik 
     Lebih parah lagi, caleg-caleg aktivis partai politik pun diduga terjerembab dalam kungkungan penyalahgunaan narkoba. Alangkah negerinya lucu ini. Sengaja dibalik untuk menyatakan bahwa sifat lucu sudah tak terpisah dari negeri ini, seperti basah dan airnya, air dan basahnya.
     Data statistik Badan Narkotik Nasional menyatakan bahwa dari 40 kasus yang masuk kepolisian, hanya 10 persen yang melibatkan pelaku dengan usia  diatas 30 tahun. Ini mengindikasikan bahwa mayoritas konsumen narkoba adalah dari kalangan muda yang masih produktif, yakni sekitar usia 15-30 tahun.
     Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang (ANTARA News. Sabtu, 9 Februari 2011).
     AHRN pun menemukan terjadi peningkatan penggunaan narkoba di usia yang semakin dini. Dari lebih 500 responden remaja pengguna narkoba, termasuk pelajar dan mahasiswa yang diwawancarai, separuhnya atau 50 persen memulai penggunaan narkoba mulai umur 9-15 tahun. Menurut Ratna, hasil wawancara mendalam dengan para remaja pengguna menemukan bahwa peningkatan penggu naan narkoba di kalangan usia dini remaja adalah karena kemudahan untuk mendapatkan narkoba, rasa keingintahuan yang besar, dan pengaruh dari teman sebaya (www.bnn.go.id).
     Dari data tersebut jelaslah bahwa mayoritas pengguna narkoba dan barang terlarang lainnya adalah dari kalangan yang relatif masih muda dan berusia produktif.
     Para pemuda dan orang-orang berusia produktif lainnya memegang peran penting bagi perkembangan Indonesia ke depannya. Indonesia tengah mengalami kemiskinan figur-figur pemuda yang bermoral dan berakhlak mulia. Jika masa muda dijadikan sebagai ajang untuk bersenang-senang, berpesta fora, fly, dan perbuatan-perbuatan hedonis nan keji lainnya tentu Indonesia akan semakin terpuruk karena masa depan Indonesia berada di tangan kaum muda yang demikian adanya. Kaum muda lah yang seharusnya memegang tampuk kejayaan generasi sebelumnya yang telah susah payah memperjuangkannya untuk tanah air ini. Bukan menjadi seorang wakil rakyat yang penarkoba.
Namun sayang seribu sayang, media, yang seharusnya menyajikan hal-hal positif yang merangsang kesadaran umat, pada kenyataannya hanya semakin mencabik-cabik harga diri negara dengan mengumbar tindakan kejahatan narkoba dengan konsentrasi yang amat pekat. Frekuensi kabar mengenai kejahatan narkoba lebih besar dibandingkan dengan berita tentang pencegahan dan rehabilitasi. 
     Hasil survey menunjukkan bahwa dalam waktu 1 tahun ini, isu narkoba yang paling banyak diberitakan media adalah penindakan terhadap kejahatan narkoba yaitu sebesar 38%, dari 1694 berita. Akibatnya, proses penindakan terhadap kasus narkoba selalu menjadi primadona pembahasan di media online. Kemudian disusul pemberantasan sebesar 28%, pencegahan sebesar 18%, regulasi sebesar 13% dan rehabilitasi sebesar 3%. Dengan kata lain, media selalu menampakkan sisi pesimistis negeri ini. Padahal, jika yang lebih ditonjolkan di media adalah berita-berita tentang pencegahan narkoba, rehabilitasi, dan regulasi, maka secara tidak langsung akan membentuk mindset masyarakat yang optimis dan akan berusaha untuk memperbaiki diri. Minimal ada rasa malu dan keinginan untuk bergerak menuju perbaikan.
     Media merupakan sarana paling efektif untuk merusak moral bangsa, atau memperbaikinya. Media adalah momok terbesar bagi bangsa Indonesia jika melihat sajian-sajiannya yang penuh dengan hedonisme dan pemenuhan nafsu diri.
     Oleh karena itu, untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, selain dengan pendidikan orang tua, memasukkannya ke lembaga-lembaga pengembangan moral seperti pesantren dan sebagainya, pemahaman akan informasi yang jelas dan akurat, tanggap lingkungan, hubungan interpersonal yang baik, juga menghindari buaian media yang banyak tipuan dan manipulasi, terutama manipulasi psikologi seperti data isu narkoba yang telah diungkapkan sebelumnya. Langkah terbaik untuk mengatasi keganasan media adalah memfilter segala yang ditayangkan oleh media, karena semua orang adalah para konsumen media.

Hanif Rahmat

SATGAS Anti Narkoba Universitas Islam Indonesia

Saturday, June 28, 2014

RAMADHANKU

RAMADHANKU

June 28, 2014
RAMADHANKU
Hanif Rahmat

Ramadhanku
Kau lah bulanku
Kau lah bulan ummat bagindamu
Muhammad saw. Rasulku
Kau lah kerinduanku
Kau lah kerinduan alam sepanjang tahun
Kau lah bulan kerinduanku
Tapi ada tanyaku
Kau kah yang di sana menantiku
Dan aku di sini mendatangimu
Atau aku di sini menantimu
Lantas kau dari sana menghampiriku
Tapi ku buang tanyaku
Karena bahagia berjuma denganmu
Kau lah bulan nan suci
Noda-noda ku tak kan melukai kesucianmu
Karena engkau Ramadhanku
Ramadhanku tetaplah suci
Sampai nanti
Sampai izrail menjemputku
Atau aku menjemput izrail
Ramadhan mereka tak sesuci ramadhanku
Mereka mengotori dengan noda hatinya
Mengotori dengan lisannya, tangannya, dan kakinya
Mengotori dengan pikiran dan nafsunya
Kau tetaplah suci, Ramadhanku
Ramadhan mereka lebih suci daripada Ramadhanku
Ramadhan mereka dihiasi lantunan al-Quran
Dihiasi lisan suci, pikiran jernih, hati murni
Ramadhan mereka diisi ketakwaan
Ketakutan pada Tuhanmu juga Tuhanku
Pemegang kuasa seluruh alam
Ramadhanku
Ramadhanku tetaplah suci
Meski hatiku rapuh
Meski hatiku ternodai nafsu
Meski lisan tak terjaga
Meski pikiran terpikat dunia
Padahal seringainya menyesalkan hidupku
Ramadhanku
Temui aku
Atau aku menemuimu
Ramadhanku
Tetaplah suci
Tetaplah murni
Izinkan aku sesuci dirimu
Izinkan hatiku semurni dirimu

Segala puji bagi Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menciptakan Ramadhan, menyucikannya, dan mempersembahkannya bagi kita semua dengan segenap kesuciannya. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada baginda junjunan alam, Nabi Muhammad saw. yang suci hatinya, serta menyucikan hati seluruh ummatnya yang taat kepadanya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan kebahagiaan bagi setiap mukmin sejati. Bulan yang dirindukan setiap manusia yang peduli rasa lapar dan kedermawanan. Bulan yang disucikan oleh Allah SWT. Mengapa bulan ini disucikan dan dirindukan? Bulan ini adalah bulan yang setiap mukmin diwajibkan menunaikan ibadah shaum satu bulan penuh. Menahan diri dari menunaikan kebutuhan perut dan sesuatu di bawahnya. Menahan diri dari mengotori isi hati dan pikiran.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang memberikan keberkahan bagi seluruh orang yang beriman. Di Bulan Ramadhan, seluruh amal baik dilipatgandakan pahalanya. Seluruh amal buruk dilipatgandakan dosanya. Namun, pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya bagi orang yang memohon ampunan dengan sebenar-benarnya dan dengan kesungguhan hatinya. Bulan ini memberikan kesempatan bagi pemiliknya untuk memiliki substansi amal yang lebih baik dari seribu bulan. Dengan keterbatasan usia manusia, bulan ini menawarkan pilihan yang sangat menggiurkan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Ia, Ramadhan, milik siapapun itu, menawarkan satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, daripada seratus tahun kehidupan. Pemilik Ramadhan yang baik tidak akan menyianyiakan kesempatan itu. Ia akan beribadah setiap malam demi meraih tawaran yang menggiurkannya untuk bekal di kehidupan akhirat nanti.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang hanya diberikan kepada ummat Muhammad saw. Bulan yang sungguh istimewa dan luar biasa. Ganjaran setiap amalan sunnah sebanding dengan amalan wajib. Ganjaran setiap amalan wajib dilipatgandakan tujuh puluh kali lipat, tujuh ratus kali lipat, bahkan ribuan kali lipat. Tapi ingat, setiap amal ditentukan baik buruknya, diterima atau tidaknya di sisi Allah, hanya dengan niatnya.
Bulan Ramadhan adalah hal terindah yang dipersembahkan Allah kepada ummat Nabi Muhammad saw. Seandainya orang tahu pahala yang ada di bulan Ramadhan, mereka pasti ingin sepanjang tahun adalah Ramadhan semua. Nabi saw. telah menegaskan bahwa Ramadhan adalah bulan seluruh mukmin di dunia. Orang-orang mukmin lah pemiliknya.
Bulan Ramadhan, apakah kita sudah layak memilikinya? Apakah kita telah bahagia memilikinya? Apakah kita merasa senang berjumpa dengannya? Apakah kita merasa memiliki Ramadhan? Apakah kita orang mukmin yang bisa menjaga Ramadhan? Apa yang biasa kita lakukan terhadap sesuatu yang menjadi milik kita?
Bulan Ramadhan. Mengapa banyak manusia tidak menyadari kemuliaannya?
Kita diberi kehidupan di dunia ini tidak lain untuk mempersiapkan bekal mengarungi perjalanan akhirat nanti, yang cukup membawa kita menuju syurga. Jika tidak cukup, maka tinggallah neraka tempat kembalinya. “Percuma hidup di dunia jika nanti tidak masuk syurga”, demikian seorang shalih berkata.
Nabi menjamin ummatnya, bahwa orang yang taat melakukan shaum, ia akan masuk syurga melalui pintu yang disediakan khusus untuk orang yang taat melaksanakan shaum, yakni ar-Rayyan.
Bulan Ramadhan adalah momentum yang baik untuk melaksanakan ibadah shaum. Di bulan ini, ibadah shaum diwajibkan. Bayangkan, ibadah sunnah saja pahalanya seperti ibadah wajib, apadalgi ibadah wajib, pahalanya berlipat sampai tak terhingga banyaknya.
Oleh karena itu, jika secara lahir atau fiqih kita bisa melaksanakan ibadah shaum, atau ibadah-ibadah lainnya dengan baik, maka liriklah hati, apakah niatnya sudah ikhlas atau belum. Apakah amal sehari-hari merusak amal ibadah shaumnya atau tidak.
Sebaliknya, jika sudah memiliki niat yang baik, mulailah untuk mempelajari tata cara beribadah yang baik dan lebih baik, agar amal yang dilakukan sempurna dan tidak sia-sia.
Sederhana saja, jika kita beramal, yakinkah amal itu siap dan layak disajikan di hadapan Allah kelak sebagai pembela? Atau malah amal itu menjadi bumerang ketika dipersembahkan kepada-Nya di pengadilan nanti?
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.

Hanif Rahmat

Santri Pondok Pesantren UII

Thursday, June 5, 2014

Suu’u azh-Zhan bi al-Qalbi

Suu’u azh-Zhan bi al-Qalbi

June 05, 2014

يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang  (Q.S. Al-Hujurat, 49: 12).

Buruk Sangka (سوء الظن)
Suu’u azh-zhann, diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “suuzan”, terdiri dari dua kata dasar, yaitu suu’u (buruk, jelek) dan zhann (prasangka, dugaan kuat). Dalam Bahasa arab, zhonn merupakan sebuah dugaan yang memiliki proporsi keyakinan 75% dalam hati bahwa hal itu terjadi. Dengan kata lain, zhonn adalah ke-hampiryakin-an, bahkan mendekati keyakinan. Sebagaimana dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman, “ana ‘inda zhanni ‘abdii bii...”, “Aku berada pada keyakinan hamba-Ku kepada-Ku...”. Meskipun tidak 100% yakin, tetapi paling tidak seorang hamba mendekati yakin dengan mindset-nya tentang Allah SWT, maka Allah SWT akan memberikan apa yang ia yakini meskipun proporsi keyakinannya tidak sampai tetapi mendekati 100%. Berbeda dengan syakk  atau wahm. Syakk  merupakan keragu-raguan yang memiliki proporsi keyakinan sebesar 50% sedangkan wahm merupakan anggapan yang memiliki tingkat keyakinan 25%.
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, menjelaskan bahwa suuzan (berprasangka buruk) tidak boleh (haram) dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana berkata buruk. Hanya saja, berkata buruk merupakan perbuatan lisan yang lahir dan secara eksplisit dapat diketahui oleh orang lain, sedangkan berprasangka buruk adalah perbuatan hati yang hanya Allah SWT semata yang mengetahuinya, tetapi dampaknya bisa jadi dirasakan oleh orang lain. Akan tetapi, jika dalam hati hanya terdapat sebuah keraguan (syakk), kekhawatiran (khawathir), atau besitan hati (haditsun nafs), maka hal itu tidak apa-apa (dimaafkan). Ditegaskan kembali bahwa yang tidak boleh itu adalah buruknya zhonn terhadap orang lain.
Seringkali seseorang terjebak dalam prasangka buruk yang tidak sempat diklarifikasi bahkan ia tidak sadar bahwa ia telah berprasangka buruk. Mungkin tidak perlu dijelaskan lebih lebar lagi tentang pengertian suuzan. Yang terpenting dan sering luput dari pandangan orang adalah indikator seseorang terjebak dalam prasangka buruk kepada orang lain. Lantas, bagaimana mengidentifikasi suuzan dalam hati? Bilamana dugaan itu sudah menggumpal di hati sedangkan hati dirasa masih ragu-ragu dan belum memastikan apa yang sebenarnya terjadi?
Indikasi suuzan telah menggumpal dan dikukuhkan di hati ialah bahwasannya hati itu (subjek suuzan) berubah dari keadaan yang sedia kala dan biasa saja menjadi tidak biasa terhadap orang yang menjadi objek suuzan. Ketika hati si A yang tadinya biasa-biasa saja, kemudian karena keragu-raguan tentang si B lantas hatinya berubah terhadap si B, berarti si A sudah suuzan kepada si B. Jika sebelumnya si A tidak memiliki perasaan buruk kepada si B, namun kemudian hati si A tiba-tiba menjadi benci atau tidak suka terhadap si B, merasa enggan bertemu dengan si B, tidak terlalu peduli, berkurangnya rasa hormat kepada si B, dan tidak ada kepeduliah dan rasa kasihan pada si B yang menjadi objek suuzan, maka dapat diidentifikasi bahwa si A telah suuzan kepada si B meskipun si A tidak menyakiti si B atau tidak berbuat buruk kepada si B dengan perbuatannya . Adapun jika diimplementasikan dengan perbuatan, maka hal itu lebih buruk dari sekedar buruk sangka. Dengan demikian, ada negative thinking dalam diri si A tentang si B. Inilah indikasi bahwa seseorang sudah mengukuhkan dan menyatakan zhonn itu di hatinya, seakan-akan dugaan itu dianggap terjadi dalam kenyataan, dianggap riil.
Hal ini banyak terjadi dalam kehidupan sosial sehari-hari, misalnya dengan tetangga, dengan kerabat, dengan teman atau sahabat, dan lain sebagainya. Kabar miring yang terdengar atau kejadian aneh yang terlihat namun belum dipastikan dan diklarifikasi kebenaran serta tujuannya, maka hal itu bisa menjadi sebuah keraguan. Sebuah keraguan yang dikukuhkan dan menimbulkan kesan buruk di hati tentang orang lain, maka hal itu merupakan suuzan yang dilarang oleh agama. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12,
...يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa…
Contoh konkrit yang terjadi dewasa ini, menjelang PEMILU 2014, ialah maraknya opini-opini tidak baik, untuk tidak mengatakan buruk, yang menyudutkan masing-masing calon presiden dan wakil presiden terutama yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya. Opini dan berita yang tersebar di media, kesan, dan pencitraan yang dikabarkan di media atau dari mulut ke mulut, menjadi momok tersendiri bagi citra moral bangsa Indonesia masa kini. Yang perlu digarisbawahi adalah, ketika kabar miring itu kita terima dan kita kukuhkan dalam hati sehingga menjadi suatu kebencian terhadap capres atau cawapres tertentu, itu menjadi indikator bahwa kita telah suuzan terhadap capres atau cawapres tersebut dan itu tidak baik bagi kondisi hati kita.
Hemat penulis, langkah terbaik yang seyogyanya kita ambil adalah menjadikan opini-opini atau fakta-fakta yang diberitakan sebagai suatu pertimbangan dalam memilih, bukan menjadi suatu kebencian bagi pihak yang berlawanan. Pilihlah dengan wajar, tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak yang bertolak belakang agar kondisi hati kita tetap terjaga.
Solusi
Rasulullah saw bersabda,
‏‏ثلاثة لا يسلم منهن أحد‏:‏ الطيرة، والظن، والحسد، فإذا تطيرت فلا ترجع، وإذاحسدت فلا تبغ، وإذا ظننت فلا تحقق‏ (أخرجه البيهقي)
Ada tiga hal yang mana seorang muslim tidak selamat dari tiga hal tersebut, yaitu thiyarah, suuzan, dan hasad. Lantas jika kamu bertathayyur maka lanjutkan saja, jika kamu hasad maka jangan menuntut atau bertindak buruk, dan jika kamu suuzan maka jangan dikukuhkan/diperkuat/dianggap nyata. (HR. Al-Baihaqi)
Rasul saw sudah mensinyalir bahwa setiap orang pasti bisa terjebak dalam tiga hal, thiyarah (tathayyur/kabar burung/termasuk juga takhayul), hasad, dan suuzan. Namun, Rasul saw pun memberikan cara untuk menghindarinya sebagai solusi bagi kita selaku umatnya. Yang menjadi fokus kali ini adalah, jika kita terjebak dalam suuzan, maka jangan sampai kita meyakinkan hati bahwa hal itu terjadi. Jika kita melihat seseorang melakukan hal yang tidak wajar, atau mendengar kabar yang kurang baik tentang orang lain, maka tidak seyogyanya kita langsung meyakini bahwa hal buruk telah terjadi. Tidak baik memprediksi bahwa hal itu adalah suatu kenyataan. Yang lebih baik dilakukan adalah memikirkan alternatif-alternatif yang positif untuk “mengamankan” hati kita dari perangkap syetan yakni suuzan.
Syetan kadang mengukir kuat dalam hati manusia sehingga melegitimasi indikator terkecil sekalipun dari keburukan orang lain. Padahal keburukan itu tidak seberapa, tetapi didramatisir oleh syetan sehingga hati meyakini bahwa orang yang menjadi objek suuzan itu telah melakukan keburukan sesuai dengan apa yang diduga oleh hati.
Syetan kemudian memberikan stigma, “Ini adalah kecerdasanmu, ini karena cepatnya pemahamanmu. Dengan sedikit indikator saja kamu sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi, betapa pintarnya kamu. Ini bukan suuzan tapi kamu yang cerdas. Kamu adalah mukmin dan kamu juga tahu kalau mukmin itu melihat dengan cahaya Allah.” Padahal nyatanya ia (orang yang suuzan) telah memandang orang lain (objek suuzan) dengan tipu daya syetan, tetapi syetan membuatnya terkesan baik. Begitulah, syetan menghiasi dosa dengan bunga dunia. Ternyata kita banyak tertipu oleh syetan. Allaahummaghfir lanaa.
Wallaahu a’lam.


                                                                                                Hanif Rahmat


al-Mutashawwif
KETUHANAN DAN KEHAMBAAN

KETUHANAN DAN KEHAMBAAN

June 05, 2014

Sejenak kita merenung dan mengintrospeksi mengenai apa yang telah kita lakukan di masa lampau. Apakah setahun yang lalu telah menjadi amal baik, sehari yang lalu kebaikan kita lebih banyak, apakah satu detik yang lalu telah menjadi kebaikan untuk kita, ataukah sebaliknya.
Ketika kita telah menjalani berbagai fase kehidupan, kadang –bahkan seringkali- kita merasa geer, keimanan kita goyah, tergoncang, khawatir, bimbang dan terganggu. Perjalanan hidup ini memang fluktuatif adanya. Tidak akan selamanya berada di bawah, pun di atas.
Dunia ini belum kiamat. Kita hanya baru melampaui satu fase kehidupan. Roda kehidupan akan terus berputar melaju tanpa henti. Begitupun dengan selesainya suatu masalah, tidak berarti berhenti sampai disana. Oleh karena itu, yang perlu kita lakukan adalah melalui dan menjalani kehidupan ini sewajarnya seperti halnya manusia biasa. Tetap bersikap sadar dan ingat bahwa tugas kita tidak berubah. Tidak bertambah dan tidak berkurang, yakni menjadi hamba Allah SWT. yang sejati. Profesi apapun yang kita jalani, hal apapun yang kita lalui, masalah apapun yang kita hadapi, posisi kita sebagai manusia tetap menjadi hamba Allah SWT. yang sejati. Selamanya tidak akan berubah.
Allah SWT. berfirman dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Pemahaman dari ayat ini bukan berarti Allah SWT. menciptakan jin dan manusia karena Allah SWT. ingin disembah, melainkan Allah SWT. memberikan tugas kepada jin dan manusia agar menyembah-Nya semata. Jadi jelaslah bahwa penghambaan jin dan manusia kepada Allah SWT. merupakan konsekuensi dari penciptaan. Dengan kata lain, Allah SWT. menciptakan manusia bukan untuk mencari nikmat dunia, bukan untuk mencari tahta, bukan untuk mencari jabatan, dan lain sebagainya. Allah SWT. menciptakan manusia dan jin hanya supaya mereka menyembah-Nya.
Dari ayat tersebut pula kita dapat memahami secara lebih mendalam mengenai esensi kehambaan diri kepada Allah SWT., bahwa yang berhak disembah oleh jin dan manusia hanyalah Allah SWT.. Seakan-akan Allah SWT. berkata melalui ayat itu, “karena Aku yang menciptakan jin dan manusia, maka hanya kepada-Ku lah mereka harus menyembah”. Jika yang menciptakan jin dan manusia adalah Allah SWT., masa yang kita sembah malah uang, pekerjaan, jabatan, syetan, hawa nafsu, keinginan, dan kebencian belaka. Maukah kita jika disebut hamba uang sebagaimana dalam judul lagu Iwan Fals? Ataukah hamba nafsu? Tentu tidak.
Oleh karena itu, niatkanlah setiap amal kita sebagai ajang ibadah kepada Allah SWT. semata. Memang dalam al-Qur’an maupun hadits tidak ada perintah untuk menjadi sopir angkot –misalnya-, namun jika dikaitkan dengan perintah Allah SWT. untuk mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan ladang usaha yang dapat dilakukan adalah menjadi sopir angkot, maka menjadi sopir angkot itulah yang menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan kepada Allah SWT..
Jadi, apapun yang kita lakukan hendaklah dilandasi dengan niat menghambakan diri kepada Allah SWT.. Baik itu dalam hal sosial, politik, budaya, makan, minum, dan segala hal yang kita lakukan. Dengan kesadaran seperti itu, maka tidak akan ada celah untuk terjerumus kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT., karena tidak mungkin hal-hal yang dilarang menjadi sarana untuk mengabdi kepada-Nya.
Implementasi Penghambaan
Sikap pengabdian diri kepada Allah SWT. tentu akan menganggap Allah SWT. sebagai satu-satunya Tuhan yang mengatur dan merekayasa semuanya. Namun ketika seseorang merasa dan menganggap dirinya lah yang mengatur kehidupan ini, maka akan terjangkit penyakit sombong dalam dirinya, dan secara tidak langsung ia telah menjadi tuhan kecil dalam kehidupannya.
Kisah menarik tentang Qarun pada zaman Nabi Musa a.s. Ia adalah seorang yang kaya raya. Kunci gudang-gudang kekayaannya dipikul oleh unta-untanya. Ia sangat pintar. Ia adalah penghafal kitab Taurat ketiga setelah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Betapa pintar dan kayanya ia. Namun, ia merasa bahwa kekayaan itu ia dapat karena kepintarannya. Yang terbesit di benaknya adalah, “pantas saja aku kaya, kan aku pintar”. Ia telah bersikap arogan dan sombong. Sedangkan kesombongan adalah selendang Allah SWT., hanya milik Allah SWT.. Tidak akan pantas jika seorang hamba memakai selendang Tuhan.
Karena perbuatan yang keji dan sikap yang sombong itulah akhirnya Qarun ditenggelamkan dalam bumi sebagai hukuman di dunia dan dijamin masuk neraka sebagai hukuman di akhirat kelak.
Maka janganlah kita mencoba untuk menjadi tuhan-tuhan kecil yang membanggakan apa yang ada pada diri kita dan mengklaim bahwa dengan kekuatan dan kekuasaan kitalah hal itu dapat tercapai.
Selain tidak menjadi tuhan-tuhan kecil, implementasi penghambaan diri kita kepada Allah SWT. ialah dengan tidak menghambakan diri kepada selain Allah SWT.. Tatkala kita melakukan aktivitas apapun yang legal, yakni yang mubah, sunnah, dan wajib, harus dilandasi oleh niat lillaah (untuk Allah SWT.), tidak untuk selain-Nya. Yang wajib, seperti shalat, puasa, zakat, nadzar, dan lain sebagainya, sudah barang tentu harus dilaksanakan, entah itu dengan niat hanya menggugurkan kewajiban, karena takut neraka dan ingin masuk syurga, atau karena kesadaran diri yang mendalam sebagai seorang hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Allah SWT.. Begitupun yang sunnah, hal-hal yang dianjurkan oleh syariat, dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Tuhannya. Adapun hal-hal yang mubah, boleh dilakukan dan boleh juga tidak, dijadikan sarana untuk meraih suatu tujuan yang mulia yakni mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.. Makan dan minum merupakan sesuatu yang mubah. Namun jika makan dan minum itu dimaksudkan untuk bertahan hidup dan menjaga kesehatan sehingga dengan sehat kita dapat senantiaasa beribadah kepada Allah SWT., maka makan dan minum itu menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.. Karena hal apapun yang mubah selalu dijadikan sarana atau alat untuk meraih tujuan, sehingga esensinya pun sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.
“Barangsiapa mengenal dirinya, tentu ia mengenal Tuhannya”. Barangsiapa menyadari dirinya sebagai hamba, tenti ia menyadari Allah SWT. sebagai Tuhannya. Tuhan bukan tuan. Seorang tuan membutuhkan hambanya untuk membantu membuat makanan, untuk mencuci piring, untuk membersihkan mobil, dan lain sebagainya, sebagai ekspresi pengabdiannya. Namun lain halnya dengan Tuhan. Tuhan tidak pernah membutuhkan hamba untuk mencarikan makan atau harta. Justru Tuhan lah yang memberikan hamba rizki dan kenikmatan. Lantas, bagaimana kita sebagai hamba harus mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT. sebagai Tuhan?
Esensi Kehambaan
“Padahal mereka tidak disuruh melainkan untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. dengan memurnikan ketaatan/niat hanya untuk-Nya dan dengan lurus (sesuai dengan tuntutan)”. Q.S. Al-Bayyinah : 5.
Dari ayat tersebut, setidaknya ada dua aspek yang mendasari kehambaan diri kepada Allah SWT., yakni ikhlash (memurnikan pengabdian/penghambaan hanya untuk Allah SWT.) dan hanif (sesuai dengan tuntutan syariat). Ikhlas dalam aspek ini berarti memurnikan niat kita untuk mengabdi hanya kepada Allah SWT.. Tidak untuk yang lainnya. Shalat kita niatkan murni untuk Allah SWT., bukan untuk dilihat orang. Shadaqah murni untuk Allah SWT., bukan untuk dipuji orang. Bekerja murni untuk Allah SWT., bukan untuk kesenangan dan jabatan.
Aspek kedua yang mendasari kehambaan diri kepada Allah SWT. adalah hanif, yakni tatacaranya sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT.. Jika kita shalat dengan niat murni karena Allah SWT. namun tatacaranya tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan, tentu pengabdiannya tidak akan diterima. Begitupun dengan zakat, puasa, dan amal-amal lain yang telah ada ketentuan mengenai tatacaranya.

Dengan mengekspresikan penghambaan diri kepada Tuhan, maka kita telah melaksanakan hakikat tugas sebagai manusia, karena menghambakan diri kepada Allah SWT. merupakan suatu kemestian dan keniscayaan. Begitupun Allah SWT., satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Bagaimana tidak, Dialah yang menciptakan seluruh alam, termasuk manusia. Dengan kata lain, sadarilah bahwa diri ini hanyalah hamba, sehingga akan timbul kesadaran bahwa Allah lah Tuhan Yang Maha Esa.
Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger