Friday, January 23, 2015

Usia Muda, Media, dan Narkoba

January 23, 2015
Usia Muda, Media, dan Narkoba
(dimuat di BERNAS edisi 19 Novermber 2014)

     Sekitar 50 orang meninggal dunia setiap hari karena narkoba. Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat), Henry Yosodiningrat, menuturkan bahwa angka kematian yang mengerikan itu terjadi, karena Indonesia sudah menjadi tujuan peredaran narkoba, bukan lagi tempat transit barang haram itu. Bahkan, penduduk Tanah Air ini telah memproduksi sendiri barang setan tersebut yang tujuannya tiada lain adalah untuk disalahgunakan. 
     Perlu diketahui bahwa diantara bentuk penyalahgunaan narkoba adalah mengkonsumsinya untuk selain pengobatan atau penelitian dan mengedarkannya kepada pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Narkoba dapat membuat penggunanya hilang kesadaran, mengalami halusinasi, pikiran melayang, dan kesenangan sementara.
     Dewasa ini, penyalahguna narkoba bukan hanya dari kalangan elit dewasa, namun juga anak kecil yang masih memiliki masa depan tetapi hancur karena rasa penasaran terhadap narkoba, kemudian dilampiaskan. Hal ini tidak lain karena lingkungan yang mendorongnya untuk menyalahgunakan narkoba, meskipun sakunya tidak mendukung. Ironisnya, banyak pula konsumen barang haram itu adalah para artis yang menjadi sorotan masyarakat karena popularitasnya yang membubung di media. Selain itu, idola-idola masyarakat pun telah mengkonsumsi narkoba. 
     Misalnya saja penangkapan Raffi Ahmad yang dilakukan pada Ahad (27/1) pukul 05.30 WIB dan dipimpin oleh Deputi Penindakan BNN Irjen Benny Mamoto di kediaman mantan kekasihnya, Yuni Shara, menjadi berita terhangat yang mencoreng nama baik dunia remaja dan Indonesia. Ia ditangkap lantaran mengadakan pesta narkoba di rumahnya, Lebak Bulus.
Sammy, vokalis band Kerispatih, ditangkap kala tengah berpesta shabu-shabu di sebuah rumah kos-kosan di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa malam (03/02/10). 
Roy Martin dicokok polisi saat pesta shabu-shabu bersama empat temannya di sebuah hotel di Apartemen Novotel, Jalan Ngagel, Surabaya, pada 13 November 2007. Sebelumnya Roy pernah mendekam di penjara lantaran kasus sejenis. Ini mengindikasikan bahwa hukuman di Indonesia tidak membuat para pembuat onar jera.
     Belum usai kasus Roy Martin, rocker gaek Ahmad Albar ditangkap tim reserse Mabes Polri karena diduga terlibat kasus penemuan 490 ribu butir ekstasi di apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat. Dan masih banyak lagi kasus-kasus sejenis di kalangan selebritis.
Di sisi lain, yang lebih memprihatinkan lagi, para konsumen narkoba adalah orang-orang yang idealnya masih dalam usia produktif.
     Misalnya saja, artis cantik pelantun tembang 'Aku Tak Biasa', Alda Risma, meninggal pada usia 24 tahun pada tahun 2006 di sebuah kamar hotel di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Diduga penyebab kematiannya adalah overdosis lantaran di sekujur tubuhnya terdapat banyak bekas suntikan. 
     Ryan Hidayat, seorang aktor Indonesia yang tenar pada tahun 90-an, meninggal karena overdosis pada usia 26 tahun.
     Sebuah nama yang terpatri dalam lagu penyanyi legendaris Iwan Fals yang tidak lain adalah nama dari anak pertamanya sendiri, Galang Rambu Anarki, meninggal dalam usia sangat belia, 15 tahun, lantaran mengkonsumsi barang setan, narkoba.
     Masih banyak artis yang terlibat kasus narkoba, baik yang diketahui maupun tidak, seperti artis berinisial YL yang belum diketahui identitas lengkapnya oleh publik 
     Lebih parah lagi, caleg-caleg aktivis partai politik pun diduga terjerembab dalam kungkungan penyalahgunaan narkoba. Alangkah negerinya lucu ini. Sengaja dibalik untuk menyatakan bahwa sifat lucu sudah tak terpisah dari negeri ini, seperti basah dan airnya, air dan basahnya.
     Data statistik Badan Narkotik Nasional menyatakan bahwa dari 40 kasus yang masuk kepolisian, hanya 10 persen yang melibatkan pelaku dengan usia  diatas 30 tahun. Ini mengindikasikan bahwa mayoritas konsumen narkoba adalah dari kalangan muda yang masih produktif, yakni sekitar usia 15-30 tahun.
     Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang (ANTARA News. Sabtu, 9 Februari 2011).
     AHRN pun menemukan terjadi peningkatan penggunaan narkoba di usia yang semakin dini. Dari lebih 500 responden remaja pengguna narkoba, termasuk pelajar dan mahasiswa yang diwawancarai, separuhnya atau 50 persen memulai penggunaan narkoba mulai umur 9-15 tahun. Menurut Ratna, hasil wawancara mendalam dengan para remaja pengguna menemukan bahwa peningkatan penggu naan narkoba di kalangan usia dini remaja adalah karena kemudahan untuk mendapatkan narkoba, rasa keingintahuan yang besar, dan pengaruh dari teman sebaya (www.bnn.go.id).
     Dari data tersebut jelaslah bahwa mayoritas pengguna narkoba dan barang terlarang lainnya adalah dari kalangan yang relatif masih muda dan berusia produktif.
     Para pemuda dan orang-orang berusia produktif lainnya memegang peran penting bagi perkembangan Indonesia ke depannya. Indonesia tengah mengalami kemiskinan figur-figur pemuda yang bermoral dan berakhlak mulia. Jika masa muda dijadikan sebagai ajang untuk bersenang-senang, berpesta fora, fly, dan perbuatan-perbuatan hedonis nan keji lainnya tentu Indonesia akan semakin terpuruk karena masa depan Indonesia berada di tangan kaum muda yang demikian adanya. Kaum muda lah yang seharusnya memegang tampuk kejayaan generasi sebelumnya yang telah susah payah memperjuangkannya untuk tanah air ini. Bukan menjadi seorang wakil rakyat yang penarkoba.
Namun sayang seribu sayang, media, yang seharusnya menyajikan hal-hal positif yang merangsang kesadaran umat, pada kenyataannya hanya semakin mencabik-cabik harga diri negara dengan mengumbar tindakan kejahatan narkoba dengan konsentrasi yang amat pekat. Frekuensi kabar mengenai kejahatan narkoba lebih besar dibandingkan dengan berita tentang pencegahan dan rehabilitasi. 
     Hasil survey menunjukkan bahwa dalam waktu 1 tahun ini, isu narkoba yang paling banyak diberitakan media adalah penindakan terhadap kejahatan narkoba yaitu sebesar 38%, dari 1694 berita. Akibatnya, proses penindakan terhadap kasus narkoba selalu menjadi primadona pembahasan di media online. Kemudian disusul pemberantasan sebesar 28%, pencegahan sebesar 18%, regulasi sebesar 13% dan rehabilitasi sebesar 3%. Dengan kata lain, media selalu menampakkan sisi pesimistis negeri ini. Padahal, jika yang lebih ditonjolkan di media adalah berita-berita tentang pencegahan narkoba, rehabilitasi, dan regulasi, maka secara tidak langsung akan membentuk mindset masyarakat yang optimis dan akan berusaha untuk memperbaiki diri. Minimal ada rasa malu dan keinginan untuk bergerak menuju perbaikan.
     Media merupakan sarana paling efektif untuk merusak moral bangsa, atau memperbaikinya. Media adalah momok terbesar bagi bangsa Indonesia jika melihat sajian-sajiannya yang penuh dengan hedonisme dan pemenuhan nafsu diri.
     Oleh karena itu, untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, selain dengan pendidikan orang tua, memasukkannya ke lembaga-lembaga pengembangan moral seperti pesantren dan sebagainya, pemahaman akan informasi yang jelas dan akurat, tanggap lingkungan, hubungan interpersonal yang baik, juga menghindari buaian media yang banyak tipuan dan manipulasi, terutama manipulasi psikologi seperti data isu narkoba yang telah diungkapkan sebelumnya. Langkah terbaik untuk mengatasi keganasan media adalah memfilter segala yang ditayangkan oleh media, karena semua orang adalah para konsumen media.

Hanif Rahmat

SATGAS Anti Narkoba Universitas Islam Indonesia

Thanks for reading Usia Muda, Media, dan Narkoba

Related Posts

Your Comments

No comments:

Post a Comment

Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger