Tuesday, July 24, 2018

ALJABAR: WARISAN TERBESAR DINASTI ABBASIYYAH BAGI DUNIA

July 24, 2018

ALJABAR: WARISAN TERBESAR DINASTI ABBASIYYAH BAGI DUNIA

Aljabar merupakan nadi matematika. Bagaimana tidak? Matematika dipelajari setiap orang yang mengenyam pendidikan formal. Mulai dari bangku sekolah, anak-anak telah diperkenalkan dengan aljabar. Dengan aljabar anak dilatih berpikir numerik, kritis, kreatif, bernalar dan berpikir abstrak. Dengan aljabar pula, anak dikenalkan dengan bilangan, variabel, dan berbagai simbol matematika yang familier dalam kehidupan sehari-hari (Kusaeri, 2012). Terlebih orang yang melanjutkan pendidikan dalam bidang matematika atau statistika di bangku kuliah, selalu dihidupkan dengan materi aljabar.

Aljabar merupakan karya seorang ilmuwan besar yang hidup di masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Menurut Watt, dalam bidang inilah orang-orang Arab memberikan sumbangan terbesar pada pengetahuan manusia (Watt, 1990: 236).


Sejarah Aljabar

Aljabar diindikasikan ada  pertama kali  di Mesopotamia (4000 tahun sebelum masehi). Pada masa ini, matematika Mesopotamia berakar pada  permasalahan akutansi yang sejak awal merupakan bagian penting sistem birokrasi Dinasti Mesopotamia pertama.  Model inilah pada akhirnya berkembang menjadi aljabar di Babylonia (2000-1700 SM).

Aljabar selanjutnya ditemukan  di Mesir pada tahun 1650 SM. Tulisan  Rhind Mathematical Papyrus atau lebih dikenal A’h-mose Papyrus merupakan tulisan yang sangat terkenal pada masa ini (Katz, 2007: 186).

Kemudian aljabar ditemukan pula di zaman Babylonia Kuno periode  sekitar 1700 SM. Pada masa ini, ditemukan lebih banyak bukti tentang permasalahan aljabar,  karena para penulis Babylonia menulisnya di prasasti bebatuan sehingga peninggalannya masih ada hingga sekarang (Katz, 2007: 188).

Sekitar tahun  200 SM, dapat ditemukan pula  buku matematika China yang paling terkenal yakni sebuah buku klasik berisi ringkasan permasalahan-permasalahan matematika. Buku tersebut diberi judul Jiuzhang Suanshu (Nine Chapter on the Mathematical Art) (Katz, 2007: 189). Seperti halnya dengan penulis-penulis Babylonia, penulis China juga berupaya memasukkan setiap permasalahan dengan algoritma penyelesaian yang rinci, namun tidak didiskusikan bagaimana metode penyelesaian yang digunakan didapatkan (Kusaeri, 2012).

Pada  abad ke-9, di Baghdad ditemukan seorang ilmuwan besar bernama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi  (780-850 M) dengan naskah aljabar yang dituangkan dalam buku berjudul al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah (Katz, 2007: 190). 


Al-Khawarizmi  di Masa Kekhalifahan Bani Abbasiyyah

Al-Khawarizmi  dikenal sebagai ilmuwan besar dan terbaik di zamannya karena ia berani merintis dan mendobrak tradisi keilmuan dalam Islam. Ia hidup pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyyah. Dalam literatur Barat ia lebih dikenal dengan nama Algorism atau Algoarism. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebut konsep matematika yang ditemukannya, yaitu Algoritma (Antonio, 2012: 190).

Nama lengkap al- Khawrizm adalah Abu Abdillah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ia berasal dari Khawarizm, selatan Sungai Oxus, Uzbekistan. Ketika masih kecil, kedua orang tuanya pindah ke suatu tempat di selatan Baghdad. Ia menghabiskan separuh dari hidupnya di Baghdad, kota yang mengantarkan namanya menjadi seorang ilmuwan besar. Di Baghdad inilah al-Khawarizmi menulis berbagai jenis buku yang kemudian menjadi rujukan perguruan-perguruan tinggi di dunia (Antonio, 2012: 190).

Al-Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan matematika terbesar. Tulisan-tulisannya sangat berpengaruh di zamannya. Ia adalah penemu beberapa teori dan cabang matematika. Teori aljabar adalah penemuanya yang paling fenomenal (Antonio, 2012: 192-193).

Ilmu aljabar dapat dikatakan berasal dari karyanya yang berjudul al-Kitb al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah (Buku Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan) (Nasr, 1968: 138). Bermula dari karya ini, kata al-jabr yang berarti paksaan, restorasi, perbaikan, atau reduksi, digunakan. Dari kata ini pula, menurut beberapa ahli, kata algebra dalam Bahasa Inggris diturunkan (Nasr, 2968: 138).

Bagian pertama buku tersebut berisi petunjuk cara menyelesaikan persamaan kuadrat dan linear.  Dalam tulisan-tulisan al-Khawarizmi, terdapat “aturan-aturan pada al-jabr dan al-muqabalah yang merujuk pada prosedur-prosedur baku penyelesaian persamaan” (Kusaeri, 2012).

Al-jabr berarti operasi memindahkan suatu kuantitas/bilangan dari satu ruas ke ruas lainnya dengan cara mengurangi kuantitas/bilangan itu. Sementara itu, al-muqabalah merujuk kepada pengurangan suku-suku positif dengan mengurangi bilangan yang sama pada kedua ruas persamaan. Sebagai contoh, mengubah 3x + 2 = 4 - 2x  menjadi 5x + 2 = 4 adalah contoh al-jabr, sedangkan mengubah 5x + 2 = 4 menjadi 5x = 2 merupakan contoh al-muqabala (Kusaeri, 2012).

Al-Khawarizmi dari Khiva merupakan salah satu ahli matematika besar Persia yang karyanya memberikan kontribusi penting terhadap pendidikan Barat. Dalam tulisan-tulisan sistematiknya, ia telah memadukan dan menyelaraskan pengetahuan matematika Yunani dan Hindu. Demikian pula “kontribusinya dalam pemecahan persamaan linear” telah menjadi dasar dalam pendidikan Barat (Nakosteen, 1964: 232-233).

Al-Khawarizmi hidup di zaman keemasan Islam pada abad pertengahan. Ia hidup di masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah yang ketika itu dipimpin oleh Khalifah Al-Makmun. Al-Makmun merupakan orang yang sangat mencintai sains dan menghormati ilmuwan. Jasa-jasanya dalam mendukung para ilmuwan membuahkan karya-karya yang sangat dibutuhkan oleh dunia ilmu pengetahuan. Salah satu peninggalan Dinasti Abbasiyyah yang terbesar dan diakui oleh ilmuwan di seluruh dunia adalah aljabar, yang menjadi ruh matematika, dan angka nol, yang menjadi cikal bakal kecanggihan teknologi masa kini.

Makmun ar-Rasyid adalah khalifah ketujuh Bani Abbasiyyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya al-Amin yang juga anak kandung khalifah Harun ar-Rasyid. Pemerintahan Bani Abbasiyyah dibawah kekuasaan khalifah Makmun mengalami kemajuan luar biasa terutama dalam bidang ilmu pengetahuan (Ningsih, 2014).

Al-Khawarizmi, yang hidup pada zaman khilafah al-Makmun, merupakan salah satu ilmuwan yang paling dihormati dan dipercaya oleh khalifah. Ia sering diutus oleh Khalifah al-Makmun untuk memimpin rombongan ilmuwan ke berbagai wilayah. Ia diperintahkan untuk membeli atau menyalin manuskrip-manuskrip buku yang bertulisan tangan. Salah satu wilayah yang pernah dikunjunginya adalah Afghanistan dan India. Ia membawa pulang buku-buku dan tulisan tangan yang sangat berharga dari dua wilayah itu (Antonio, 2012: 192).

Dengan ketekunan dan kesungguhannya, al-Khawarizmi menggali ilmu matematika dari buku-buku yang diperolehnya. Ia berhasil memperkenalkan kepada dunia Islam angka-angka dan metode perhitungan India yang digalinya dari literatur-literatur Hindu. Karya-karyanya mengenai ilmu hitung dan tabel-tabel astronomi pertama kali diterjemahkan oleh para sarjana Barat pada abad ke-12 M (Antonio, 2012: 192).

Al-Khawarizmi dan para pengikutnya bahkan menemukan cara bagaimana menghitung akar kuadrat sebuah angka. Permulaan pembagian desimal diketahui dimulai dalam sebuah karya pada sekitar tahun 950 oleh seorang yang disebut al-Uqlidisi, “si Euqlidean” (Watt, 1990: 236).

Al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah diterjemahkan di London pada tahun 1831 oleh F. Rosen, seorang pakar matematika Inggris. Dalam versi bahasa Arab, buku itu kemudian diedit oleh ‘Ali Mustafa Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad, ahli matematika Mesir, pada tahun 1939 (Antonio, 2012: 193-194).

Sebagian dari buku-buku al-Khawarizmi sebenarnya sudah pernah diterjemahkan oleh sarjana Barat pada abad ke-12 M. Penerjemahnya adalah Robert, seorang matematikawan dari Chester, Inggris, dengan judul Liber Algebras et Almucabola (Buku Aljabar dan Perbandingan). Buku ini kemudian diedit oleh L.C. Karpinski, seorang matematikawan dari New York, Amerika Serikat, pada tahun 1915. Seorang matematikawan Italia, Gerard dari Cremona (1114-1187 M), membuat versi kedua dari buku Liber Algebras et Almucabola dengan judul De Jebra et Almucabola (Aljabar dan Perbandingan). Dengan demikian, pemikiran-pemikiran al-Khawarizmi telah berkembang di Barat pada abad ke-12 (Antonio, 2012: 194).

Melalui bukunya, al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol (0) kepada dunia ilmu pengetahuan, yang dalam bahasa Arab disebut sifr. Sebelum ia memperkenalkan angka nol, Ilmuwan Barat mempergunakan abakus, semacam daftar yang menunjukkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya, untuk menjaga agar setiap angka tidak saling tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan. Dengan demikian, orang Barat baru menggunakan angka nol setelah al-Khawarizmi menemukannya (Antonio, 2012: 194)

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa aljabar merupakan kontribusi terbesar dari peradaban Dinasti Abbasiyyah bagi dunia. Aljabar merupakan warisan terbesar Dinasti Abbasiyyah terhadap dunia pendidikan global dan ilmu pengetahuan. Aljabar merupakan hasil karya manusia, yang merupakan God’s co-worker, untuk menciptakan peradaban gemilang melalui angka sebagaimana alam ini diciptakan dengan perhitungan dan ketelitian yang rinci. Bahkan menurut Pythagoras, bilangan mengatur alam semesta.

Peradaban Dinasti Abbasiyyah merupakan peradaban yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Dari peradaban ini pula seluruh dunia bergerak menuju kemajuan teknologi dan informasi. Masa keemasan khilafah ini sering juga disebut oleh para sejarawan sebagai Golden Age of Islam (Masa Keemasan Islam). Masa ini merupakan masa di mana pengetahuan sangat dihargai dan martabat para ilmuwan sangat dijunjung tinggi.



Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. (2012). “Ensiklopedi Peradaban Islam: Baghdad”. Jakarta: Tazkia Publishing.

Iqbal, Muhammad. (2012). “The Reconstruction of Religious Thought in Islam”. Stanford: Stanford University Press.

Katz, V.Z. (2007). “Stages in The History of Algebra with Implications for Teaching”. Educational Studies of Mathematics, Vol. 66, No. 2: 185-201.

Kusaeri. (2010). “Islam dan Perkembangan Matematika | Sejarah Aljabar”, http://blog-kusaeri.blogspot.com/2012/10/islam-dan-perkembangan-matematika_21.html (diakses pada tanggal 28 Maret 2015).

Nasr, Seyyed Hossein. (1968). “Sains dan Peradaban di dalam Islam”. Diterjemahkan oleh J. Mahyudin. Bandung: Penerbit Pustaka.

Ningsih. (2014). “Khalifah Makmun ar Rasyid: Pengembang Sains”, http://nantly.mywapblog.com/khalifah-makmun-ar-rasyid-pengembang-sai-2.xhtml (diakses pada tanggal 3 Maret 2015).

Nakosteen, Mehdi. (2003). “Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam”. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah. Surabaya: Risalah Gusti.

Watt, W. Montgomery. (1990). “Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis”. Diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger