Sejenak kita merenung dan mengintrospeksi mengenai apa yang telah
kita lakukan di masa lampau. Apakah setahun yang lalu telah menjadi amal baik,
sehari yang lalu kebaikan kita lebih banyak, apakah satu detik yang lalu telah
menjadi kebaikan untuk kita, ataukah sebaliknya.
Ketika kita telah menjalani berbagai fase kehidupan, kadang –bahkan
seringkali- kita merasa geer, keimanan kita goyah, tergoncang, khawatir,
bimbang dan terganggu. Perjalanan hidup ini memang fluktuatif adanya. Tidak
akan selamanya berada di bawah, pun di atas.
Dunia ini belum kiamat. Kita hanya baru melampaui satu fase
kehidupan. Roda kehidupan akan terus berputar melaju tanpa henti. Begitupun
dengan selesainya suatu masalah, tidak berarti berhenti sampai disana. Oleh
karena itu, yang perlu kita lakukan adalah melalui dan menjalani kehidupan ini
sewajarnya seperti halnya manusia biasa. Tetap bersikap sadar dan ingat bahwa
tugas kita tidak berubah. Tidak bertambah dan tidak berkurang, yakni menjadi
hamba Allah SWT. yang sejati. Profesi apapun yang kita jalani, hal apapun yang
kita lalui, masalah apapun yang kita hadapi, posisi kita sebagai manusia tetap
menjadi hamba Allah SWT. yang sejati. Selamanya tidak akan berubah.
Allah SWT. berfirman dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Pemahaman dari ayat ini bukan berarti Allah SWT. menciptakan jin dan manusia karena
Allah SWT. ingin disembah, melainkan Allah SWT. memberikan tugas kepada jin dan
manusia agar menyembah-Nya semata. Jadi jelaslah bahwa penghambaan jin dan
manusia kepada Allah SWT. merupakan konsekuensi dari penciptaan. Dengan kata lain,
Allah SWT. menciptakan manusia bukan untuk mencari nikmat dunia, bukan untuk
mencari tahta, bukan untuk mencari jabatan, dan lain sebagainya. Allah SWT.
menciptakan manusia dan jin hanya supaya mereka menyembah-Nya.
Dari ayat tersebut pula kita dapat memahami secara lebih mendalam
mengenai esensi kehambaan diri kepada Allah SWT., bahwa yang berhak disembah
oleh jin dan manusia hanyalah Allah SWT.. Seakan-akan Allah SWT. berkata
melalui ayat itu, “karena Aku yang menciptakan jin dan manusia, maka hanya kepada-Ku
lah mereka harus menyembah”. Jika yang menciptakan jin dan manusia adalah Allah
SWT., masa yang kita sembah malah uang, pekerjaan, jabatan, syetan, hawa nafsu,
keinginan, dan kebencian belaka. Maukah kita jika disebut hamba uang
sebagaimana dalam judul lagu Iwan Fals? Ataukah hamba nafsu? Tentu tidak.
Oleh karena itu, niatkanlah setiap amal kita sebagai ajang ibadah
kepada Allah SWT. semata. Memang dalam al-Qur’an maupun hadits tidak ada
perintah untuk menjadi sopir angkot –misalnya-, namun jika dikaitkan dengan
perintah Allah SWT. untuk mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan ladang usaha
yang dapat dilakukan adalah menjadi sopir angkot, maka menjadi sopir angkot
itulah yang menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan kepada Allah SWT..
Jadi, apapun yang kita lakukan hendaklah dilandasi dengan niat
menghambakan diri kepada Allah SWT.. Baik itu dalam hal sosial, politik,
budaya, makan, minum, dan segala hal yang kita lakukan. Dengan kesadaran
seperti itu, maka tidak akan ada celah untuk terjerumus kepada hal-hal yang
dilarang oleh Allah SWT., karena tidak mungkin hal-hal yang dilarang menjadi
sarana untuk mengabdi kepada-Nya.
Implementasi Penghambaan
Sikap pengabdian diri kepada Allah SWT. tentu akan menganggap Allah
SWT. sebagai satu-satunya Tuhan yang mengatur dan merekayasa semuanya. Namun
ketika seseorang merasa dan menganggap dirinya lah yang mengatur kehidupan ini,
maka akan terjangkit penyakit sombong dalam dirinya, dan secara tidak langsung
ia telah menjadi tuhan kecil dalam kehidupannya.
Kisah menarik tentang Qarun pada zaman Nabi Musa a.s. Ia adalah
seorang yang kaya raya. Kunci gudang-gudang kekayaannya dipikul oleh
unta-untanya. Ia sangat pintar. Ia adalah penghafal kitab Taurat ketiga setelah
Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Betapa pintar dan kayanya ia. Namun, ia
merasa bahwa kekayaan itu ia dapat karena kepintarannya. Yang terbesit di
benaknya adalah, “pantas saja aku kaya, kan aku pintar”. Ia telah
bersikap arogan dan sombong. Sedangkan kesombongan adalah selendang Allah
SWT., hanya milik Allah SWT.. Tidak akan pantas jika seorang hamba memakai selendang
Tuhan.
Karena perbuatan yang keji dan sikap yang sombong itulah akhirnya
Qarun ditenggelamkan dalam bumi sebagai hukuman di dunia dan dijamin masuk
neraka sebagai hukuman di akhirat kelak.
Maka janganlah kita mencoba untuk menjadi tuhan-tuhan kecil yang
membanggakan apa yang ada pada diri kita dan mengklaim bahwa dengan kekuatan
dan kekuasaan kitalah hal itu dapat tercapai.
Selain tidak menjadi tuhan-tuhan kecil, implementasi
penghambaan diri kita kepada Allah SWT. ialah dengan tidak menghambakan diri
kepada selain Allah SWT.. Tatkala kita melakukan aktivitas apapun yang legal,
yakni yang mubah, sunnah, dan wajib, harus dilandasi oleh niat lillaah
(untuk Allah SWT.), tidak untuk selain-Nya. Yang wajib, seperti shalat, puasa,
zakat, nadzar, dan lain sebagainya, sudah barang tentu harus dilaksanakan,
entah itu dengan niat hanya menggugurkan kewajiban, karena takut neraka dan
ingin masuk syurga, atau karena kesadaran diri yang mendalam sebagai seorang
hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Allah SWT.. Begitupun yang sunnah,
hal-hal yang dianjurkan oleh syariat, dilaksanakan dengan penuh kesadaran
sebagai hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Tuhannya. Adapun hal-hal yang
mubah, boleh dilakukan dan boleh juga tidak, dijadikan sarana untuk meraih
suatu tujuan yang mulia yakni mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT..
Makan dan minum merupakan sesuatu yang mubah. Namun jika makan dan minum itu
dimaksudkan untuk bertahan hidup dan menjaga kesehatan sehingga dengan sehat
kita dapat senantiaasa beribadah kepada Allah SWT., maka makan dan minum itu
menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.. Karena
hal apapun yang mubah selalu dijadikan sarana atau alat untuk meraih tujuan,
sehingga esensinya pun sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.
“Barangsiapa mengenal dirinya, tentu ia mengenal Tuhannya”. Barangsiapa menyadari dirinya sebagai hamba, tenti ia menyadari Allah
SWT. sebagai Tuhannya. Tuhan bukan tuan. Seorang tuan membutuhkan hambanya
untuk membantu membuat makanan, untuk mencuci piring, untuk membersihkan mobil,
dan lain sebagainya, sebagai ekspresi pengabdiannya. Namun lain halnya dengan
Tuhan. Tuhan tidak pernah membutuhkan hamba untuk mencarikan makan atau harta.
Justru Tuhan lah yang memberikan hamba rizki dan kenikmatan. Lantas, bagaimana
kita sebagai hamba harus mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.
sebagai Tuhan?
Esensi Kehambaan
“Padahal mereka tidak disuruh melainkan untuk menghambakan diri
kepada Allah SWT. dengan memurnikan ketaatan/niat hanya untuk-Nya dan
dengan lurus (sesuai dengan tuntutan)”.
Q.S. Al-Bayyinah : 5.
Dari ayat tersebut, setidaknya ada dua aspek yang mendasari
kehambaan diri kepada Allah SWT., yakni ikhlash (memurnikan
pengabdian/penghambaan hanya untuk Allah SWT.) dan hanif (sesuai dengan
tuntutan syariat). Ikhlas dalam aspek ini berarti memurnikan niat kita untuk
mengabdi hanya kepada Allah SWT.. Tidak untuk yang lainnya. Shalat kita niatkan
murni untuk Allah SWT., bukan untuk dilihat orang. Shadaqah murni untuk Allah
SWT., bukan untuk dipuji orang. Bekerja murni untuk Allah SWT., bukan untuk
kesenangan dan jabatan.
Aspek kedua yang mendasari kehambaan diri kepada Allah SWT. adalah hanif,
yakni tatacaranya sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT.. Jika
kita shalat dengan niat murni karena Allah SWT. namun tatacaranya tidak sesuai
dengan apa yang telah ditentukan, tentu pengabdiannya tidak akan diterima.
Begitupun dengan zakat, puasa, dan amal-amal lain yang telah ada ketentuan
mengenai tatacaranya.
Dengan mengekspresikan penghambaan diri kepada Tuhan, maka kita
telah melaksanakan hakikat tugas sebagai manusia, karena menghambakan diri
kepada Allah SWT. merupakan suatu kemestian dan keniscayaan. Begitupun Allah
SWT., satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Bagaimana tidak, Dialah yang
menciptakan seluruh alam, termasuk manusia. Dengan kata lain, sadarilah bahwa
diri ini hanyalah hamba, sehingga akan timbul kesadaran bahwa Allah lah Tuhan
Yang Maha Esa.
Thanks for reading KETUHANAN DAN KEHAMBAAN
DISKON TOGEL ONLINE TERBESAR
ReplyDeleteBONUS CASHBACK SLOT GAMES 5%
BONUS ROLLINGAN LIVE CASINO 0,8% (NO LIMIT)
BONUS CASHBACK SPORTSBOOK 5%
Bonus di Bagikan Setiap Hari Kamis pukul 11.00 wib s/d selesai
Syarat dan Ketentuan Berlaku ya bosku :)
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.net
UNTUK INFORMASI SELANJUTNYA BISA HUB KAMI DI :
WHATSAPP : (+855 88 876 5575 ) 24 JAM ONLINE BOSKU ^-^
casino: a fun place to play at the end of the rainbow in - Dr. Maine
ReplyDeleteCasino 서울특별 출장샵 · Dining · 포천 출장마사지 Lifestyle · 서귀포 출장안마 Promotions 정읍 출장샵 · Things To Do · Amenities 울산광역 출장안마