Thursday, June 5, 2014

KETUHANAN DAN KEHAMBAAN

June 05, 2014

Sejenak kita merenung dan mengintrospeksi mengenai apa yang telah kita lakukan di masa lampau. Apakah setahun yang lalu telah menjadi amal baik, sehari yang lalu kebaikan kita lebih banyak, apakah satu detik yang lalu telah menjadi kebaikan untuk kita, ataukah sebaliknya.
Ketika kita telah menjalani berbagai fase kehidupan, kadang –bahkan seringkali- kita merasa geer, keimanan kita goyah, tergoncang, khawatir, bimbang dan terganggu. Perjalanan hidup ini memang fluktuatif adanya. Tidak akan selamanya berada di bawah, pun di atas.
Dunia ini belum kiamat. Kita hanya baru melampaui satu fase kehidupan. Roda kehidupan akan terus berputar melaju tanpa henti. Begitupun dengan selesainya suatu masalah, tidak berarti berhenti sampai disana. Oleh karena itu, yang perlu kita lakukan adalah melalui dan menjalani kehidupan ini sewajarnya seperti halnya manusia biasa. Tetap bersikap sadar dan ingat bahwa tugas kita tidak berubah. Tidak bertambah dan tidak berkurang, yakni menjadi hamba Allah SWT. yang sejati. Profesi apapun yang kita jalani, hal apapun yang kita lalui, masalah apapun yang kita hadapi, posisi kita sebagai manusia tetap menjadi hamba Allah SWT. yang sejati. Selamanya tidak akan berubah.
Allah SWT. berfirman dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Pemahaman dari ayat ini bukan berarti Allah SWT. menciptakan jin dan manusia karena Allah SWT. ingin disembah, melainkan Allah SWT. memberikan tugas kepada jin dan manusia agar menyembah-Nya semata. Jadi jelaslah bahwa penghambaan jin dan manusia kepada Allah SWT. merupakan konsekuensi dari penciptaan. Dengan kata lain, Allah SWT. menciptakan manusia bukan untuk mencari nikmat dunia, bukan untuk mencari tahta, bukan untuk mencari jabatan, dan lain sebagainya. Allah SWT. menciptakan manusia dan jin hanya supaya mereka menyembah-Nya.
Dari ayat tersebut pula kita dapat memahami secara lebih mendalam mengenai esensi kehambaan diri kepada Allah SWT., bahwa yang berhak disembah oleh jin dan manusia hanyalah Allah SWT.. Seakan-akan Allah SWT. berkata melalui ayat itu, “karena Aku yang menciptakan jin dan manusia, maka hanya kepada-Ku lah mereka harus menyembah”. Jika yang menciptakan jin dan manusia adalah Allah SWT., masa yang kita sembah malah uang, pekerjaan, jabatan, syetan, hawa nafsu, keinginan, dan kebencian belaka. Maukah kita jika disebut hamba uang sebagaimana dalam judul lagu Iwan Fals? Ataukah hamba nafsu? Tentu tidak.
Oleh karena itu, niatkanlah setiap amal kita sebagai ajang ibadah kepada Allah SWT. semata. Memang dalam al-Qur’an maupun hadits tidak ada perintah untuk menjadi sopir angkot –misalnya-, namun jika dikaitkan dengan perintah Allah SWT. untuk mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan ladang usaha yang dapat dilakukan adalah menjadi sopir angkot, maka menjadi sopir angkot itulah yang menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan kepada Allah SWT..
Jadi, apapun yang kita lakukan hendaklah dilandasi dengan niat menghambakan diri kepada Allah SWT.. Baik itu dalam hal sosial, politik, budaya, makan, minum, dan segala hal yang kita lakukan. Dengan kesadaran seperti itu, maka tidak akan ada celah untuk terjerumus kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT., karena tidak mungkin hal-hal yang dilarang menjadi sarana untuk mengabdi kepada-Nya.
Implementasi Penghambaan
Sikap pengabdian diri kepada Allah SWT. tentu akan menganggap Allah SWT. sebagai satu-satunya Tuhan yang mengatur dan merekayasa semuanya. Namun ketika seseorang merasa dan menganggap dirinya lah yang mengatur kehidupan ini, maka akan terjangkit penyakit sombong dalam dirinya, dan secara tidak langsung ia telah menjadi tuhan kecil dalam kehidupannya.
Kisah menarik tentang Qarun pada zaman Nabi Musa a.s. Ia adalah seorang yang kaya raya. Kunci gudang-gudang kekayaannya dipikul oleh unta-untanya. Ia sangat pintar. Ia adalah penghafal kitab Taurat ketiga setelah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Betapa pintar dan kayanya ia. Namun, ia merasa bahwa kekayaan itu ia dapat karena kepintarannya. Yang terbesit di benaknya adalah, “pantas saja aku kaya, kan aku pintar”. Ia telah bersikap arogan dan sombong. Sedangkan kesombongan adalah selendang Allah SWT., hanya milik Allah SWT.. Tidak akan pantas jika seorang hamba memakai selendang Tuhan.
Karena perbuatan yang keji dan sikap yang sombong itulah akhirnya Qarun ditenggelamkan dalam bumi sebagai hukuman di dunia dan dijamin masuk neraka sebagai hukuman di akhirat kelak.
Maka janganlah kita mencoba untuk menjadi tuhan-tuhan kecil yang membanggakan apa yang ada pada diri kita dan mengklaim bahwa dengan kekuatan dan kekuasaan kitalah hal itu dapat tercapai.
Selain tidak menjadi tuhan-tuhan kecil, implementasi penghambaan diri kita kepada Allah SWT. ialah dengan tidak menghambakan diri kepada selain Allah SWT.. Tatkala kita melakukan aktivitas apapun yang legal, yakni yang mubah, sunnah, dan wajib, harus dilandasi oleh niat lillaah (untuk Allah SWT.), tidak untuk selain-Nya. Yang wajib, seperti shalat, puasa, zakat, nadzar, dan lain sebagainya, sudah barang tentu harus dilaksanakan, entah itu dengan niat hanya menggugurkan kewajiban, karena takut neraka dan ingin masuk syurga, atau karena kesadaran diri yang mendalam sebagai seorang hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Allah SWT.. Begitupun yang sunnah, hal-hal yang dianjurkan oleh syariat, dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai hamba yang sepatutnya mengabdi kepada Tuhannya. Adapun hal-hal yang mubah, boleh dilakukan dan boleh juga tidak, dijadikan sarana untuk meraih suatu tujuan yang mulia yakni mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.. Makan dan minum merupakan sesuatu yang mubah. Namun jika makan dan minum itu dimaksudkan untuk bertahan hidup dan menjaga kesehatan sehingga dengan sehat kita dapat senantiaasa beribadah kepada Allah SWT., maka makan dan minum itu menjadi sarana untuk mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT.. Karena hal apapun yang mubah selalu dijadikan sarana atau alat untuk meraih tujuan, sehingga esensinya pun sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.
“Barangsiapa mengenal dirinya, tentu ia mengenal Tuhannya”. Barangsiapa menyadari dirinya sebagai hamba, tenti ia menyadari Allah SWT. sebagai Tuhannya. Tuhan bukan tuan. Seorang tuan membutuhkan hambanya untuk membantu membuat makanan, untuk mencuci piring, untuk membersihkan mobil, dan lain sebagainya, sebagai ekspresi pengabdiannya. Namun lain halnya dengan Tuhan. Tuhan tidak pernah membutuhkan hamba untuk mencarikan makan atau harta. Justru Tuhan lah yang memberikan hamba rizki dan kenikmatan. Lantas, bagaimana kita sebagai hamba harus mengekspresikan kehambaan diri kepada Allah SWT. sebagai Tuhan?
Esensi Kehambaan
“Padahal mereka tidak disuruh melainkan untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. dengan memurnikan ketaatan/niat hanya untuk-Nya dan dengan lurus (sesuai dengan tuntutan)”. Q.S. Al-Bayyinah : 5.
Dari ayat tersebut, setidaknya ada dua aspek yang mendasari kehambaan diri kepada Allah SWT., yakni ikhlash (memurnikan pengabdian/penghambaan hanya untuk Allah SWT.) dan hanif (sesuai dengan tuntutan syariat). Ikhlas dalam aspek ini berarti memurnikan niat kita untuk mengabdi hanya kepada Allah SWT.. Tidak untuk yang lainnya. Shalat kita niatkan murni untuk Allah SWT., bukan untuk dilihat orang. Shadaqah murni untuk Allah SWT., bukan untuk dipuji orang. Bekerja murni untuk Allah SWT., bukan untuk kesenangan dan jabatan.
Aspek kedua yang mendasari kehambaan diri kepada Allah SWT. adalah hanif, yakni tatacaranya sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT.. Jika kita shalat dengan niat murni karena Allah SWT. namun tatacaranya tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan, tentu pengabdiannya tidak akan diterima. Begitupun dengan zakat, puasa, dan amal-amal lain yang telah ada ketentuan mengenai tatacaranya.

Dengan mengekspresikan penghambaan diri kepada Tuhan, maka kita telah melaksanakan hakikat tugas sebagai manusia, karena menghambakan diri kepada Allah SWT. merupakan suatu kemestian dan keniscayaan. Begitupun Allah SWT., satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Bagaimana tidak, Dialah yang menciptakan seluruh alam, termasuk manusia. Dengan kata lain, sadarilah bahwa diri ini hanyalah hamba, sehingga akan timbul kesadaran bahwa Allah lah Tuhan Yang Maha Esa.

Thanks for reading KETUHANAN DAN KEHAMBAAN

Related Posts

Your Comments

2 comments:

  1. DISKON TOGEL ONLINE TERBESAR
    BONUS CASHBACK SLOT GAMES 5%
    BONUS ROLLINGAN LIVE CASINO 0,8% (NO LIMIT)
    BONUS CASHBACK SPORTSBOOK 5%
    Bonus di Bagikan Setiap Hari Kamis pukul 11.00 wib s/d selesai
    Syarat dan Ketentuan Berlaku ya bosku :)
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.net
    UNTUK INFORMASI SELANJUTNYA BISA HUB KAMI DI :
    WHATSAPP : (+855 88 876 5575 ) 24 JAM ONLINE BOSKU ^-^

    ReplyDelete
  2. casino: a fun place to play at the end of the rainbow in - Dr. Maine
    ‎Casino 서울특별 출장샵 · ‎Dining · 포천 출장마사지 ‎Lifestyle · 서귀포 출장안마 ‎Promotions 정읍 출장샵 · ‎Things To Do · ‎Amenities 울산광역 출장안마

    ReplyDelete

Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger