DINASTI MUGHAL DI INDIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam Modern yang diampu oleh
Prof. Dr. H. M. Abdul Karim, MA.,MA.
Disusun
oleh:
Hanif
Rahmat
11611101
PONDOK
PESANTREN
UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
2012/2013
BAB
I
PENDAHULUAN
India yang pada masa lalu meliputi negara India,
Pakistan, dan Bangladesh pada masa sekarang selalu menarik dikaji. Ketiga
negara ini memiliki kesinambungan sejarah yang satu hingga masa kolonialisme
Barat. Secara geografis India terpisah oleh benteng alam pegunungan Himalaya di
sebelah utara dan Hindu Kusy di sebelah Barat Laut. Pegunungan Himalaya
merupakan benteng terpanjang yang membujur dari Afghanistan hingga Assam sejauh
2.500 km (Abu S’ud, 1988: 10). Kondisi geografis inilah sebagai salah satu
penyebab sulitnya pengaruh luar masuk ke India. Walaupun begitu, berbagai
bangsa silih berganti masuk ke daerah India dan memberikan warna perkembangan
kebudayaan India terutama melalui celah Khyber yang menghubungkan dengan
Afghanistan dan lintas Bolan yang di Pakistan. Setidaknya di India telah lahir
4 agama dunia yakni Hindu, Buddha, Jain, dan Sikh. Selain keempat tersebut,
warna sejarah India juga dipengaruhi oleh pengaruh Islam yang berkembang pesat
sejak pertengahan abad VII M dari jazirah Asia Barat.
Sejak awal abad XIII sampai dengan pertengahan XIX
dinasti Islam berkembang di India. Masa pengaruh politik Islam telah dimulai
sejak awal abad VIII ketika Muhammad bin al-Qasim diutus Khalifah al-Walid I
menyerbu daerah Sind mulai tahun 708 M (Karim, 2003: 12).
Walaupun
belum menguasai seluruh India, Qasim telah berhasil menancapkan pengaruh
politik Islam di daerah Punjab. Sejak masa itu politik Islam terus merangsek di
India. Dinasti Ghazni yang berkembang sejak tahun 961 M berpusat di Afghanistan
menjadi kekuatan politik kedua yang berpengaruh di India, dan dinasti Ghuri
adalah pengaruh politik ketiga dalam sejarah kerajaan Islam di India. Akhir
Dinasti Ghuri menandai mulainya kekaisaran Islam di India ditandai dengan
berdirinya Kesultanan Delhi oleh Qutbuddin Aybak (1206-1211). Sejak saat itulah
dinasti Islam berkembang di India sampai dengan tahun 1857.
Mengkaji kekuasaan para dinasti Islam di India
sangat menarik, selain kekhasan sifat politik para dinasti Islam di India, juga
akan ditemukan berbagai peninggalan kebudayaan yang luar biasa tinggi. Ada lima
dinasti Islam yang berkuasa di India mulai tahun 1206-1857 M. Kelima Dinasti yang
memerintah tersebut adalah Dinasti Budak (1206-1290), Dinasti Khilji (1290 –
1321), Dinasti Taghluk (1321 – 1388 ), Dinasti Lodhi (1450 – 1526), dan Dinasti
Mughal (1526 – 1857). Berbagai peninggalan baik kebudayaan, sistem sosial,
ekonomi, politik, hukum, dan pemerintahan masih dapat ditelusuri pada masa
sekarang. Dinasti Mughal adalah dinasti terakhir yang memerintah di India.
BAB
II
PEMBAHASAN
DINASTI
MUGHAL DI INDIA
A. Munculnya Dinasti Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah
berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, diantara ketiga kerajaan besar Islam
tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam
pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada
masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayah. Penaklukan wilayah ini
dilakukan oleh terntara Bani Umayah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim. Pada
fase disintegrasi, Dinasti Ghazni mengembangkan kekuasaannya di India di bawah
pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukkan hamper
semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekalugus mengislamkan sebagian masyarakatnya.
Setelah Dinasti Ghazni hancur, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk
(1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tughluq (1320-1412 M), dan dinasti-dinasti
lain (Yatim, 2008: 147).
Peletak dasar dinasti Islam di India adalah Qutbuddin
Aybak (1206-1211), yang berhasil mendirikan kerajaan Islam di India yang
merdeka. Setelah merasa cukup kuat untuk mendirikan kekuasaan di India, pada
tahun 1206 ia mendirikan Kesultanan Delhi di India yang berhasil dipertahankan
hingga 1290. Dinasti keturunan Aibak sering disebut dinasti keturunan
hamba-hamba raja, karena Aibak sendiri bukanlah keturunan raja. Sultan Balban
adalah raja terakhir dinasti keturunan hamba-hamba raja. Dia tidak meninggalkan
keturunan dan pemerintahan Kesultanan Delhi selanjutnya diambil alih oleh
dinasti raja-raja keturunan Khilji (1290-1321), kemudian dilanjutkan raja-raja
keturunan Tughluq (1321-1421), dinasti para Sayid (1414-1451), dan dinasti
raja-raja keturunan Lodhi (1451-1526), kemudian yang terakhir adalah Dinasti
Mughal.
Kerajaan Mughal merupakan kerajaan terakhir di
India, tepatnya adalah setelah dinasti Lodhi jatuh, hingga berganti dengan
pemerintahan imperialism Inggris memerintah di sana (Nurhakim, 2004: 147).
Pendiri kerajaan ini adalah Zaharuddin Muhammad, dikenal dengan Babur yang
berarti singa. Ia putera Umar Syaikh seorang penguasa di negeri Farganah (Asia
Tengah) keturunan langsung dari Miransah, putera keriga dari Timur Leng,
sementara itu ibunya merupakan keturunan Chagtai putera Chengis. Pada saat
ayanya Umar Syaikh Mirza meninggal dunia pada Juni 1494 M, Babur yang ketika
itu baru berumur 11 tahun angsung diangkat sebagai penguasa Farghana (Karim,
2012: 315). Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang menajadi
kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan
tetapi karena mendapat banatuan dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil
menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul,
ibukota Afghanistan (Yatim, 2008: 147).
Pada 151525 M, Babur meneruskan perjalanan menuju
Punjab, dan dalam pertempuran tersebut, Punjab pun dapat ditaklukkannya.
Kesempatan baik bagi Babur untuk mengadakan serangan ke Delhi, di mana pada
waktu itu Sultan Ibrahim Lodi sedang berselisih dengan pamannya, Alam. Pada 21
April 1526 M, terjadilah peperangan yang dahsyat di Panipat, Sultan Ibrahim
dengan gigih mempertahankan negeri bersama 100.000 orang tentara dan 1000
kendaraan gajah. Namun, Babur mampu memenangkan pertempuran karena ia
menggunakan senjata api berupa meriam, dan akhirnya Sultan Ibrahim Lodi gugur
bersama 20.000 tentara pasukannya. Denagn telah ditaklukkannya Sultan Ibrahim,
maka terbukalah kesempatan bagi Babur untuk mendirikan kerajaan Mughal di
India. Selain itu anaknya yang bernama Humayun disuruh pula untuk menaklukkan
kota terbesar kedua di India yaitu Agra, serta kota-kota penting lainnya. Pada
kesempatan lain, Babur juga menaklukkan kerajaan-kerajaan yang terdapat di
benua India, termasuk pula kerajaan-kerajaan Hindu. Di bawah pimpinan Amir
Mahmud beserta 100.000 pasukan Islam memorak-porandakan pasukan Hindu di
Khanwa. Raja dari pasukan Hindu, Rana Sangga, mati terbunuh dalam peristiwa
yang terjadi pada 1527 M teraebut.
Babur hanya dapat menikmati usahanya merintis
kerajaan Mughal selama 5 tahun. Setelah wafat (1530 M), maka pemerintahan
diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Ia juga menghiasi selama
kepemimpinannya dengan peperangan. Salah satunya terjadi pada 1535 M di Baskar
dekat Banaras melawan pasukan Sher Khan. Humayun kalah dalam pertempuran tersebut.
Pada peperangan yang kedua, kekalahan serupa dialami oleh Humayun, sehingga harta rampasan perang
diukuasai oleh Sher Khan, pasukan yang telah tewas dibuang ke sungai. Humayun
melarikan diri, dalam pengembaraannya ia sempat kawin dengan Putri Hamidah
Banu Begum dan Thamasp untuk meminta bantuan. Setelah disetujui ia pun berhasil
menaklukkan Kandahar di Kabul.
Sementara itu Sher Khan wafat (1545 M), anak-anaknya
tidak dapat memelihara pusaka kerajaan yang telah diwariskan. Mereka saling
berebut keuasaan sehingga kekuatan Negara menjadi pecah. Kesempatan tersebut
dimanfaatkan oleh Humayun untuk merebut kembali kekuasaan yang pernah
diraihnya. Oleh karena itu, pada November 1555 M Lahore dapat ditaklukkan. Ia
pun melanjutkan perjalanan menuju Delhi. Di tengah jalan, ia dihadang oleh
pasukan Iskandar Shah. Akan tetapi, Humayun dan psukannya dapat melewati, dan
Delhi pun dapat direbut kembali. Namun tidak berselang cukup lama ia wafat,
tepatnya pada 24 Januari 1556.
Sepeninggal Humayun, puteranya Muhammad diangkat
menjadi raja dengan gelar Abu Fath Jalaluddin dan gelar yang paling terkenal
adalah Sultan Akbar Agung
(Karim, 2012: 315-316). Pada waktu itu ia masih berumur 14 tahun. Karena ia masih muda maka urusan
kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa Akbar inilah
kerajaan Mughal mencapai masa keemasannya.
Di awal masa
pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-siaasa keturunan Sher Khan
Shah yang masih berkuasa di Punjab. Pemberontakan yang mengancam kekuasaan
Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gualior dan
Agra. Pasukan pemberontak itu berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan
menyambut kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadilah pepernagan yang
dahsyat, yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan. Ia
ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat
dikuasai penuh.
Setelah Akbar
dewasa ia berusaha mneyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh
sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan
memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M.
Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun
program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar,
Kalinjar, Gujarat, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas
itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Dalam pemerintahan
militeristik tersebut, sultan adalah penguasa diktator, pemerintah daerah
dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), sedang subdistrik
dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi
jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang
diharuskan mengikuti latihan kemiliteran.
Akbar juga
menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi
universal). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak
dibedakan karena perbedaan etnis dan agama (Yatim, 2008:
148-149).
Setelah sultan Akbar wafat, ia dugantikan oleh
puteranya, Sultan Salim yang digelari dengan Jehanggir. Jehanggir dijuluki
sebagai raja pelukis karena karya-karyanya yang bagus dan luar biasa.
Jehanggir dinikahkan dengan puteri Persia, Mehruun Nisa’, setelah menjadi permaisuri
deiberi gelar Nurjahan. Karena kecintaannya kepada permaisurinya, ia terlena.
Sang istri mulai ikut campur dalam urusan kenegaraan, akibatnya kewibawaan dari
Sulatan Salim mulai luntur. Terjadilah pemberontakan yang dilakukan oleh
puteranya sendiri yang bernama Khurram. Ia dipenjarakan sampai menemui ajalnya.
Prestasi lain yang dimilikinya adalah penerapan bahasa Urdu sebagai salah satu
bahasa resmi negara sebagai akomodasi dari berbagai bahasa yang ada termasuk
Sansekerta dan Prakrit (bahasa sehari-hari bagi masyarakat umum). Selain itu
juga bahasa Turki (kalangan Istana), bahasa Persi (pejabat kantor), dan Bahasa
Arab (kalangan agamawan).
Setelah Jehanggir wafat, kerajaan diperebutkan puteranya, yaitu Shah
Jahan dan Asaf Khan. Perselisihan tersebut akhirnya dapat dimenangi oleh Shah
Jahan, yang kemudian digelari (1628 M) Abul Muzhaffar Shihabuddin Muhammad
Sahib Qiran-e Sani Shah Padsan Ghazi. Sementara saudaranya ditangkap dan
dipenjarakan, kemudian matanya dibutakan. Pada waktu itu, ia menjadi raja, Shah
Jahan telah menikah dengan Mumtaz Mahal, dan dari perkawinannya tersebut
dikaruniai enam anak, 2 laki-laki dan 4 perempuan.
Dengan bantuan puteranya, Aurangzeb, ia berhasil menaklukkan Galkond,
Bidar, dan Baijapur. Namun, pada akhirnya di antara putera-puteranya terjadi
perselisihan untuk menggantikan kedudukannya. Aurangzeb dapat mengalahkan
saudaranya, dan membujuk ayahnya supaya diizinkan masuk istananya dengan
membawa bala tentara serta berjanji tidak akan mengganggu kedudukan ayahnya.
Namun, tidak dinyana Aurangzeb mengingkari janjinya tersebut. Ia memenjarakan
ayahnya, sebagaimana Shah Jahan memenjarakan Jehanggir.
Pada masa pemerintahannya, Shah Jahan meninggalkan hasil kebudayaan
berarsitek tinggi, yaitu Taj Mahal, yang ia pernah persembahkan bagi
permaisurinya yang telah meninggal. Di sana pula ia akhirnya dimakamkan oleh
puteranya, Aurangzeb setelah ia meninggal.
Aurangzeb dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan, ia memberikan
corak keislaman di tengah-tengah masyarakat Hindu. Aurangzeb mengajak rakyatnya
untuk masuk Islam, ia menyuruh arca-arca Hindu ditanam di bawah jalan-jalan
menuju mesjid agar orang Islam setiap harinya menginjak arca-arca tersebut.
Kebijakan Aurangzeb itu banyak menuai kritik dari kalangan Hindu, di antaranya
adalah kerajaan Rajput yang semula mendukung kerajaan Mughal kemudian
menentangnya. Tindakan yang sewenang-wenang itu pula yang pada akhirnya membawa
kerajaan Mughal mengalami masa kemunduran (Karim, 2012: 317-318).
B. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Mughal
Setiap kerajaan tentu memiliki berbagai kemajuan yang selalu tertoreh melalui
pena-pena para sejarawan dunia. Diantara perkembangan dan kemajuan yang diraih
Dinasti Mughal adalah kemantapan stabilitas poitik karena sistem pemerintahan
yang diterapkan Akbar. Hal ini membawa kemajuan dalam bidang-bidang lain. Dalam
bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian,
pertambangan, dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan negara lebih banyak
bertumpu pada sektor pertanian. Di sektor pertanian ini, komunikasi antara
pemerintah dan petani diatur dengan baik. Pengaturan itu didasarkan atas lahan
pertanian. Deh, merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa deh
tergabung dalam pargana (desa).
Komunitas petani dipimpin oleh seorang muqaddam. Melalui para muqaddam
itulah pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga
dari hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang
terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran,
rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.
Di samping unutuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor
ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan,
seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di
Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jehanggir mengizinkan Inggris
(1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di
Surat.
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga
berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair
istana, baik yang berbahasa Persia mauun merbahasa India. Penyair India yang
terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan
karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung
peasan kebijakan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan
bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari,
yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni
terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah
dan mengagumkan. Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila,
dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, sibangun mesjid berlapiskan
mutiara dan Taj Mahal di Agra, Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
C. Runtuhnya Dinasti Mughal
Dari masa panjang sekitar tiga setengah abad Mughal berkuasa, tetapi
masa perkembangan dan masa kejayaannya hanya dapat dipertahankan sekitar satu
abad, yaitu sampai dengan masa Aurangzeb (1658-1708 M). Setelah masa Aurangzeb,
Mughal mengalami kemunduran secara berangsur-angsur dalam waktu sekitar kurang
sedikit dari dua setengah abad. Di masa Sultan Bahadur Syah, Mughal mengalami
kejatuhannya yaitu ketika sultan terakhir, Bahadur Syah diusir dari istana.
Banyak faktor penyebab kemunduran dan kehancurannya, antara lain sebagai
berikut.
Pertama, perebutan kekuasaan antara keluarga. Hampir semua keturunan
Babur umumnya memiliki watak yang keras dan ambisius, sebagai keturunan Timur
Lenk yang mempunyai watak yang demikian. Ketika Jehanggir menggantikan
saudaranya, Khusraw, menentangnya karena ia sendiri berambisi untuk
menggantikannya. Ketika Syah Jihan naik tahta menggantikan Jehanggir, ia
mendapat tantangan dari ibu tirinya, Nurjahan, yang menginginkan anak
laki-lakinya, Khurram, menggantikan Jehanggir. Menjelang kematian Syah Jihan,
maka anak-anaknya, Aurangzeb, Dara Siqah, Shujah, dan Murad Bakhs, berebut
kekuasaan hingga berlarut-larut dalam perang saudara.
Kedua, pemberontakan oleh umat Hindu. Umat Hindu yang mayoritas, dan
umat Islam yang minoritas, tetapi yang terakhir ini berkuasa, menimbulkan
ketidaksenangan sebagian garis keras orang-orang Hindu kepada pemerintahan
Islam. Apalagi, pendekatan masuknya Islam di sana lebih mengutamakan jalur
politik daripada jalur dakwah kultural,
maka
pemberontakan demi pemberontakan dari pihak Hindu tidak dapat dielakkan.
Pemberontakan orang-orang Hindu yang dipimpin oleh Hemu di Delhi dan Agra,
tetapi dapat dipadamkan oleh Akbar I. Di masa Aurangzeb terjadi pemberontakan
Sikh dipimpin oleh guru Tegh Bahadur. Pemebrontakan di Panipat dipimpin oleh
Raja Udaipar. Gerakan-gerakan yang lain masih sangat banyak.
Ketiga, serangan dari kerajaan atau kekuatan luar. Serangan pihak luar
semula dilakukan oleh kerajaan Safawi di Persia, kemudian serangan dari
Afganistan. Pangkal perselisihan antara Mughal dan Safawi karena perebutan
daerah Kandahar. Pada 1739 M, Nadir Syah dari Safawi menyerbu Mughal dengan
dalih bahwa Mughal tidak mau menerima duta yang dikirimnya. Pada pemerintahan
Muhammad Syah, Mughal mendapatkan serangan dari utara yang dipimpin oleh Ahmad
Syah dari Afghan. Pada 1748 M, Ahmad Syah berhasil menguasai Lahore.
Keempat, kelemahan ekonomi. Kemunduran politik Mughal sangat
menguntungkan bangsa-bangsa Barat untuk menguasai jalur perdagangan. Akhirnya
terjadilah persaingan dagang di pantai selatan India dan Inggris, Portugis,
Belanda, dan Prancis, yang dimenangkan oleh Inggris. Inggris kemudian berusaha
memperkuat kekuasaannya dengan membuat Perserikatan Dagang India Timur atau The
East India Company (EIC). Untuk menjaga stabilitas EIC, Inggris pun
mendatangkan pasukan pengaman. Ambisi Inggris untuk memonopoli perdagangan di
India melahirkan bentrokan dengan Mughal yang mengakibatkan peperangan peperangan yang berlarut-larut. Menyadari
kekuatan Mughal yang semakin menurun, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan
menyerahkan Oudh, Bengal, dan Orida kepada Inggris. Sejak itu turut campur
Inggris dalam perkembangan politik di India semakin dalam.
Selanjutnya kejatuhan Mughal sebetulnya diawali dari konflik laten
kekuasaan Islam dengan Hindu. Diperkuat dengan penguasaan Inggris kepada Mughal
sehingga keberadaan para sultan sangat bergantung kepada Inggris. Dalam kondisinya
yang lemah seperti digambarkan di atas, datanglah pasukan Hindu yang diperkuat
gerakan Mujahidin melakukan serangan mendadak kepada kekuatan Inggris di
Meerut, 60 km sebelah utara Delhi yang berakhir dengan mengangkat Bahadur Syah
menjadi sultan. Meskipun orang-orang Hindu yang memulai serangan, tetapi
Inggris melihat keterlibatan umat Islam dan Sultan Bahadur Syah di dalamnya.
Sebagai hukuman kepada mereka, Inggris mengusir penduduk Delhi dan
menghancurkan sejumlah rumah ibadah, serta memporakporandakan gedung-gedung
Mughal. Bahadur sendiri diusir dari istana pada 1858 M, maka peristiwa ini telah menandai kejatuhan Mughal di
bawah imperialis Inggris (Nurhakim, 2004: 151-152).
BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Mughal adalah salah
satu dari tiga kerajaan besar di masa periode pertengahan yakni Turki Utsmani
di Turki, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Kerajaan Mughal berpusat di
India dengan ibukota pemerintahan di Delhi. Kerajaan ini tidak sebesar
kakhilafahan Turki Utsmani, tetapi ia dapat bertahan selama kurang dari tiga
setengah abad, dan berhasil menguasai wilayah yang mayoritas penduduknya adalah
Hindu, sementara umat Islam minoritas.
Mughal bukanlah kerajaan
Islam di India yang pertama. Tetapi sebelumnya telah ada beberapa kerajaan dan
upaya memperjuangkan Islam disana. Dimulai dari pejuang muslim, Muhammad ibn
Qasim di masa khalifah al-Walid dari Bani Umayyah di Damaskus. Kemudian dating
dinasti-dinasti Ghazni (977-1186 M), Khalji (1296-1316 M), Thugluq (1320-1412
M), Sayyid (1414-1451 M), dan dinasti Lodhi (1451-1526 M). jadi, Mughal
kerajaan Islam terakhir di India, tepatnya setelah dinasti Lodhi jatuh, hinga
berganti dengan pemerintahan imperialisme Inggris memerintah disana.
DAFTAR
PUSTAKA
Karim, M. Abdul. Sejarah Islam di India. Yogyakarta:
Bunga Grafies Production, 2003.
_______.
Sejarah dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, 2012.
Nurhakim, Mohammad. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang:
UMM Press, 2004
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Thanks for reading Dinasti Mughal di India
No comments:
Post a Comment