Wednesday, August 16, 2017

Teks Al-Quran mengenai Tingkat Kepercayaan (Confidence Level)

August 16, 2017
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Ayat di atas (Q.S. Al-Hujurat ayat 12) memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menghindari sebagian besar dari dugaan (zhann). Dugaan (zhann) merupakan dugaan kuat terhadap suatu kondisi tetapi tidak sampai pada derajat yakin (yaqin), yaitu tingkat keyakinan yang sempurna 100%.

Sebagian dugaan (zhann) merupakan dosa. Zhann yang berdosa adalah dugaan-dugaan yang tidak berdasar yang menyebabkan keburukan dan penyesalan. Contoh dugaan yang berdosa adalah buruk sangka, gosip yang tidak jelas, berita tanpa klarifikasi dan pengamatan terhadap fakta sebenarnya, dan sebagainya. Dugaan-dugaan yang buruk inilah yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dihindari. Biasanya, dugaan-dugaan seperti ini membawa manusia kepada ghibah (membicarakan hal-hal yang dibenci oleh seseorang ketika orang tersebut tidak hadir/tidak ada di hadapan) dan mencari-cari kesalahan orang lain. Kedua hal ini dikecam oleh Allah SWT melalui Q.S. Al-Hujurat ayat 12 tersebut.

Dapat dipahami dari firman Allah SWT yang menyatakan bahwa sebagian zhann adalah dosa, bahwasannya sebagian zhann lainnya tidak berdosa. Ada zhann yang tidak menimbulkan dosa, bahkan diperlukan dalam beberapa kondisi. Kondisi-kondisi yang menuntut adanya zhann (dugaan kuat) adalah ketika tidak ada bukti yang secara jelas meyakinkan secara sempurna kebenaran suatu hal.

Dalam ilmu ushul fiqh (ilmu yang mempelajari metodologi pengambilan hukum berdasarkan dalil-dalil al-Quran dan sunnah), dikenal dengan istilah dalil qath’iy dan dalil zhanniy. Singkatnya, dalil-dalil qath’iy merupakan dalil yang jelas dan diyakini 100% sehingga tidak perlu penafsiran lain. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menafsirkan dalil-dalil qath’iy ini. Adapun dalil zhanniy adalah dalil-dalil yang mengindikasikan suatu makna, tetapi mungkin juga ditafsirkan dari makna asal ke makna yang lain, dan yang dimaksudkan adalah makna lain tersebut. Dalam memahami konklusi dari dalil-dalil zhanniy ini, para ulama seringkali berbeda pendapat, para ulama berijtihad. Karenanya, ijtihad ulama bersifat dugaan kuat, tidak permanen. Ketika ijtihad ulama berbeda, tidak menjadi yang satu benar dan yang lainnya salah, melainkan bisa jadi semuanya benar, berdasarkan dugaan kuat terhadap penafsiran teks-teks al-Quran dan hadis yang dijadikan dalil.

Di sini penulis tidak berpanjang lebar membahas ushul fiqih, akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah istilah zhann (dugaan kuat) yang dipakai dalam disiplin ilmu ushul fiqih. Zhann seperti inilah yang dibolehkan dalam Islam, bahkan merupakan suatu keniscayaan. Dugaan kuat (zhann) yang seperti ini didasarkan pada dalil-dalil yang terdapat pada al-Quran dan sunnah.

Dalam kasus persidangan di meja hijau, seorang hakim menerima laporan atas perbuatan pidana seorang terdakwa. Jaksa pun menuntut. Bukti-bukti dihadirkan, saksi-saksi memberi kesaksian. Mengapa perlu adanya bukti dan saksi? Karena hakim tidak melihat sendiri perbuatan si terdakwa. Jika hakim melihat tindak pidana seorang terdakwa dengan mata kepala sendiri, maka hal ini merupakan sebuah keyakinan 100%. Ia tidak perlu lagi membutuhkan bukti-bukti dan saksi-saksi untuk memvonis si terdakwa. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian.

Seorang hakim memutuskan suatu vonis berdasarkan bukti-bukti dan pernyataan saksi, tidak melihat langsung tindakan si terdakwa. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak mungkin luput dari kesalahan. Tidak mungkin seorang hakim membuat keputusan yang 100% benar, tentu ada celah untuknya melakukan kesalahan dalam vonisnya.

Suatu kondisi yang tidak mencapai tingkat keyakinan 100%, maka disebut zhann. Bisa jadi 95%, 90%, 75%, dan sebagainya namun tidak sampai di bawah 50%. Jika suatu tingkat keyakinan di bawah 50%, maka termasuk keraguan yang kiranya tidak layak untuk diperhitungkan.

Akan tetapi, meskipun vonis hakim tidak luput dari kesalahan, ia tetap menghakimi berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, zhann di sini merupakan suatu keniscayaan, yang tidak dapat dihindarkan. Zhann (dugaan kuat) seperti inilah yang dibolehkan dalam al-Quran berdasarkan surat al-Hujurat ayat 12.

Dalam hubungannya dengan uji hipotesis statistik, penolakan suatu hipotesis statistik harus didasarkan pada data pengamatan. Karena statistik merupakan perhitungan bagi sampel, maka tidak mungkin dapat merepresentasikan suatu populasi secara sempurna dengan tingkat keyakinan 100%. Selalu ada peluang bagi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Selalu ada tingkat keyakinan yang diperhitungkan, dan tingkat kesalahan yang ditoleransi. Inilah yang diistilahkan dalam al-Quran dengan zhann. Zhann dalam hal ini termasuk dugaan kuat yang dibolehkan, bahkan merupakan suatu keniscayaan.

Suatu hipotesis statistik ditolak, dengan tingkat keyakinan tertentu, jika data mencukupi untuk melakukan penolakan. Sebaliknya, jika tidak cukup bukti dari data untuk menolak suatu hipotesis statistik, maka hipotesis tersebut diterima dengan tingkat keyakinan (confidence level) tertentu.

Thanks for reading Teks Al-Quran mengenai Tingkat Kepercayaan (Confidence Level)

Related Posts

Your Comments

No comments:

Post a Comment

Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger