1. PENDAHULUAN
Kepulauan Indonesia terletak antara 5˚ 54’
Lintang Utara dan 11˚ Lintang Selatan serta 95˚ 01’ Bujur Timur dan 141˚ 02’
Bujur Timur. Oleh karena itu, Indonesia termasuk daerah khatulistiwa dan berada
di daerah tropis embusan angin musim Indo-Australia. Ciri-ciri iklimnya ialah
berhawa tropis dengan curah hujan yang tinggi (Bemmelen, 1949: 6).
Angin musim jelas berpengaruh pada pola
pelayaran. Pada gilirannya ia memengaruhi pelbagai kegiatan yang dilaksanakan
dengan perahu. Misalnya penangkapan ikan, danyang lebih penting lagi
perdagangan, termasuk pelayaran perdagangan dari dan ke Indonesia.
Selain menjadi jembatan antara daratan Asia
dan benua Australia, kepulauan Indonesia juga terletak dalam jalur perdagangan antara
dua pusat perdagangan zaman kuno, yaitu India dan Cina. Letaknya yang berada
dalam jalur perdagangan “internasional” ini besar pengaruhnya pada perkembangan
zaman kuno Nusantara.
Di Indonesia, bukti arkeologi yang berasal
dari masa sebelum adanya tulisan mengisyaratkan bahwa situs-situs awal yang
menunnjukkan dimulainya hidup menetap selalu ditemukan di wilayah pantai. Hasil
penelitian situs Sembiran, Bali, memperlihatkan bahwa pemukiman di wilayah ini
telah berkembanga sejak awal abad Masehi dan kemudian secara berangsur-angsur
berkembang ke daerah pedalaman. (Poespanegoro, 2008: 3).
Pada awal sejarah, ketika tulisan mulai
dikenal dan hubungan dengan luar terjalin secara lebih intensif, tampaknya
permukiman pantai masih terus berkembang meskipun kemudian terjadi perubahan
kea rah pedalaman. Kerajaan Tarumanagara misalnya, meskipun sebagian besar
jalur prasastinya tersebar di daerah pedalaman, ketergantungannya terhadap
jalur-jalur yang menghubungkannya dengan daerah pantai masih sangat kuat. Lagi
pula, prasasti Tugu, yang merupakan prasasti terlengkap dari masa itu dilihat
dari isinya, ditemukan tidak jauh dari pantai Tanjung Priok. Prasasti
Sojomerto, yang menyebut Dapunta Selendra, tokoh yang idduga menurunkan
raja-raja Sailendra dan menggunakan Bahasa Melayu kuno dan diperkirakan
prasasti tertua di wilayah Jawa Tengah juga ditemukan tidak terlalu jauh dari
pantai.
Sejak zaman prasejarah, penduduk Indonseia
adalah pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.
Berdasarkan penelitian prasejarah, terdapat
peninggalan benda-benda prasejarah yang mengandung ciri-ciri yang menunjukkan
adanya hubungan antara kepulauan Indonesia dengan pelbagai daerah di daratan
Asia Tenggara. Khususnya nekara perunggu telah menjadi sasaran
penelitian banyak ahli. Yang terkenal adalah hasil penelitian F. Heger yang
hingga sekarang masih digunakan sebagai dasark klasifikasi pelbagai jenis
nekara perunggu di Asia Tenggara.
Untuk menjelaskan keadaan Indonesia yang
mula-mula ditemui oleh para pedagang dari luar Asia Tenggara, khususnya para
pedagang India, beberapa ahli menekankan bahwa di Indonesia pada saat itu telah
berkembang masyarakat-masyarakat yang memiliki pranata yang memungkinkan
masyarakat-masyarakat itu mendapat manfaat dari hubungan tadi.
J. C. van Leur dan O. W. Wolters
berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia lebih dahulu
berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina (Poespanegoro, 2008: 8). Para ahli berpendapat sulitnya menentukan kapan dan
mengapa hubungan dagang tersebut mulai berkembang. Mereka mengajukkan degaan
bahwa hubungan dagang antara India dan kepulauan Indonesia telah lama terjadi
sebelum hal itu disunggung dalam catatan sejarah (Hall, 1968: 12). Hubungan itu
pada mulanya sangat jarang. Kemudian hubungan tersebut semakin meningkat karena
faktor-faktor yang mendorong bertambah ramainya hubungan dagang tersebut. Ada
pendapat bahwa perluasan pelayaran perdagangan ke arah timur India karena
diketahuinya angina musim yang baik untuk berlayar menyeberangi Samudera India
ke timur dan sebaliknya (Poespanegoro, 2008: 8).
Dalam meneliti masa awal pelayaran ke arah
timur India, dan khususnya ke Indonesia, para sarjana Barat pada umumnya lebih
banyak menyoroti peran pelaut Barat, Arab, India, dan Cina (Poespanegoro, 2008:
8).
Sehubungan dengan kenyataan yang ditemukan
oleh penelitian-penelitian tersebut, bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa
pelayaran ke Teluk Benggala, dan mungkin juga sampai ke India Selatan, bukanlah
hal yang sulit untuk pelaut Indonesia.
Kesulitan untuk mengetahui keadaan awal
hubungan antara Indonesia dengan India disebabkan tidak terdapatnya
sumber-sumber yang dapat memberikan keterangan yang jelas. Sumber-sumber
tertulis dari zaman itu yang berasal dari Indonesia tidak ada karena menurut
hasil penelitian para ahli, tulisan yang kemudian umum digunakan di Indonesia
justru berasal dari tulisan India.
Salah satu kitab yang sering disebut oleh
para peneliti adalah kitab Jataka. Kitab lainnya yang banyak dijadikan
sumber adalah kitab Ramayana. Kitab yang amat terkenal ini menyebut
Yawadwipa. Dikisahkan bahwa tentara kera yang bertugas mencarai Sita di
negeri-negeri sebelah timur telah memeriksa Yawadwipa yang dihias oleh tujuh
kerajaan. Pulau ini adalah “pulau emas dan perak”. Kitab ini juga menyebut nama
Suwarnnadwipa, sebuah nama yang kemudian memang digunakan untuk menyebut Sumatra.
Nama itu sendiri berarti pulau emas (Poespanegoro, 2008: 9).
Dalam usaha untuk mengetahui awal hubungan
India dengan daerah-daerah di sebelah timurnya, para peneliti telah pula
mengkaji sumber-sumber Barat zaman kuno. Sebuah kitab yang banyak dikasji
sebagai sumber adalah kitab Periplous tes Erythras thalases. Periplous
adalah sebuah kitab pedoman untuk berlayar di lautan Erythrasa, yaitu Samudra
India. Kitab ini ditulis oleh seorang nakhoda Yunani-Mesir yang biasa
mengadakan pelayaran antara Asia Barat dan India. Diperkirakan bahwa kitab ini
ditulis pada tarikh masehi.
Keterangan dalam Perplous mengenai
daerah jalur pelayaran antara Asia Barat dan India lengkap dan cukup dapat
dipercaya. Akan tetapi, keterangan mengenai daerah yang letaknya lebih ke timur
sangat samar-samar. Khususnya keterangan mengenai keadaan geografi. Hal ini
dapat dimengerti karena penulis Periplous tidak pernah melayari jalur
timur. Pengetahuannya mengenai jalur timur ini diperoleh dari keterangan para
pedagang dan pelaut yang melayari jalur timur yang ditemuinya di pelabuhan-pelabuhan
India Selatan (Poespanegoro, 2008: 10).
Dari pemaparan tersebut jelaslah bahwa
terdapat hubungan yang sangat erat antara India dan Indonesia dalam proses
berdiri dan berkembangnya Indonesia terutama dalam masuknya nilai-nilai agama
ke dalam tubuh Nusantara.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
membahas perkembangan Indonesia sejak zaman pra sejarah dan zaman sejarah yang
dibatasi pada pembahasan mengenai kerajaan-kerajaan tertua Hindu-Budha di
Indonsia serta kerajaan-kerajaan yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap
perkembangan Indonesia sebelum masuknya Islam ke Indonesia.
2. PEMBAHASAN : INDONESIA SEBELUM ISLAM
Nusantara merupakan
istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumaterasampai Papua. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk
menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit.
Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali
oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara
merdeka pelanjut Hindia-Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia"
(berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata
Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Nusantara terdiri dari
dua kata yaitu Nusa (pulau) dan Antara. Hal ini dikarenakan pulau-pulau yang
diberi nama “Nusantara” berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Pengertian ini sampai sekarang dipakai di
Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian
dipakai pula untuk menggambarkan kesatuangeografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia,
termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina.
Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang
populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur
berbahasa Inggris (Wikipedia).
Pembahasan mengenai Indonesia sebelum Islam
dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu Indonesia zaman prasejarah dan Indonesia
zaman sejarah. Zaman
Prasejarah adalah zaman sebelum manusia mengenal tulisan atau uraian
mengenai kehidupan serta kebudayaan manusia pada masa lampau sebelum ada
bukti-bukti tertulis. Zaman Sejarah adalah zaman ketika peninggalan tertulis sudah ditemukan. Setiap
daerah memasuki zaman sejarah dalam
waktu yang berbeda-beda.
2.1.Indonesia Zaman Prasejarah
Nusantara pada periode prasejarah mencakup
suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu,
berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung
oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari
batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah.
2.1.1. Geologi
Wilayah Nusantara merupakan kajian yang menarik dari sisi geologi karena sangat aktif. Di bagian timur hingga
selatan kepulauan ini terdapat busur pertemuan dua lempeng benua yang besar: Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di bagian ini, lempeng Eurasia bergerak
menuju selatan dan menghunjam ke bawah Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke
utara. Akibat hal ini terbentuk barisan gunung api di sepanjang Pulau Sumatera, Jawa, hingga
pulau-pulau Nusa Tenggara.
Di bagian timur terdapat pertemuan dua lempeng
benua besar lainnya, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Pertemuan ini
membentuk barisan gunung api di Kepulauan Maluku bagian utara ke arah bagian
utara Pulau Sulawesi menuju Filipina.
Wilayah barat Nusantara modern muncul kira-kira
sekitar kala Pleistosen terhubung dengan Asia Daratan. Sebelumnya diperkirakan
sebagian wilayahnya merupakan bagian dari dasar lautan.
Di akhir Zaman Es terakhir (20.000-10.000 tahun yang lalu) suhu
rata-rata bumi meningkat dan permukaan laut meningkat pesat. Pada periode
inilah terbentuk Semenanjung Malaya, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan
pulau-pulau di sekitarnya. Di timur, Pulau Irian dan Kepulauan Aruterpisah
dari daratan utama Benua Australia. Kenaikan muka laut ini memaksa masyarakat
penghuni wilayah ini saling terpisah dan mendorong terbentuknya masyarakat
penghuni Nusantara modern.
2.1.2. Arkeologi
Ilmu kepurbakalaan yang
mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah purbakala manusia purba berupa
benda-benda budaya, artefak untuk menyusun kembali (rekonstruksi) kehidupan
manusia dan masyarakat purba.
Jika ditinjau dari arkeologi,
zaman prasejarah dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a.
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan
terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini
diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
1)
Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
Zaman Batu terjadi
sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di
samping kayu dan tulang.
Homo erectus diketahui menggunakan alat batu kasar khas paleolitik dan juga alat yang terbuat dari cangkang
kerang, hal ini berdasarkan temuan di Sangiran dan Ngandong.
2)
Mesolitikum (Zaman
Batu Tengah)
Ciri zaman Mesolithikum:
· Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
· Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum
yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.
· Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut
Kjoken Mondinger (sampah dapur)
· Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble),
Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari
batu kali yang dibelah.
· Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Flores.
·
Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang
ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara
lain Flakes (Alat serpih), ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan
alat-alat dari tulang.
3)
Neolitikumum (Zaman Batu Muda)
Batu yang diasah adalah bukti peradaban neolitik,
misalnya mata kapak batu dan mata cangkul batu yang diasah. Batu yang diasah
dan dihaluskan ini dikembangkan oleh orang-orang Austronesia yang menghuni kepulauan Indonesia. Pada periode
ini pula berkembang struktur batu besar atau megalitik di Nusantara.
4)
Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Nusantara adalah
rumah bagi banyak situs megalitik bangsa Austronesia pada masa lalu hingga masa
kini. Beberapa struktur megalitik telah ditemukan, misalnya menhir, dolmen, meja batu, patung nenek moyang, danpiramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Struktur
megalitik ini ditemukan di Jawa, Sumatera,Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Tradisi megalitik yang hidup tetap bertahan di Nias, pulau yang terisolasi di lepas pantai barat
Sumatera, Kebudayaan Batak di
pedalaman Sumatera Utara, pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, serta kebudayaan Toraja di
pedalaman Sulawesi Selatan. Tradisi megalitik ini tetap bertahan, terisolasi,
dan tak terusik hingga akhir abad ke-19.
b. Zaman Logam
Pada zaman Logam orang sudah dapat
membuat alat-alat dari logam di
samping alat-alat dari batu. Orang
sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang
diinginkan. Zaman
logam ini dibagi atas:
1) Zaman
Perunggu
Kebudayaan Dong Son menyebar
ke Indonesia membawa teknik peleburan dan pembuatan alat logam perunggu,
pertanian padi lahan basah, ritual pengorbanan kerbau, praktik megalitik, dantenun ikat.
Praktik tradisi ini ditemukan di masyarakat Batak dan Toraja serta beberapa
pulau di Nusa Tenggara.
2) Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat
melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan.
Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu
±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan
antara lain:
· Mata Kapak bertungkai
kayu
· Mata Pisau
· Mata Sabit
· Mata Pedang
· Cangkul
Alat-alat tersebut ditemukan di
Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).
2.1.3. Migrasi manusia
Pleistosen adalah suatu
kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500
tahun yang lalu. Namanya berasal dari bahasa Yunani ĻĪ»ĪµįæĻĻĪæĻ (pleistos,
"paling") dan ĪŗĪ±Ī¹Ī½ĻĻ (kainos, "baru"). Pleistosen mengikuti
Pliosen dan diikuti oleh Holosen dan merupakan kala ketiga pada periode Neogen.
Akhir Pleistosen berhubungan dengan akhir Zaman Paleolitikum yang dikenal dalam
arkeologi.
Pleistosen dibagi
menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir.
Sejak
zaman prasejarah sudah terjadi perpindahan penduduk/ migrasi. Menurut Kern dan
Heine Geldern sejak zaman batu terutama zaman neolithikum hingga zaman perunggu
teleh terjadi migrasi besar dari daratan Asia ke berbagai kepulauan di selatan
(Austronesia).
Perpindahan tersebut berasal dari
Yunan di lembah Sungai Mekong (Cina) dan lembah Salwen (India). Dari daerah
inilah nenek moyang bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 gelombang.
Berdasarkan penelitian para ahli
purbakala, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan (Cina). Mereka
datang ke Indonesia dalam dua kelompok besar, yaitu bangsa Proto Melayu dan
Deutro Melayu.
a.
Bangsa Proto Melayu (Melayu tua):
Bangsa Melayu tua adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang
sekitar tahun 2000 SM, dengan melalui dua jalur:
1)
Jalur utara dan timur melalui Teluk
Tonkin, Taiwan/Formosa, Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan membawa kapak
lonjong.
2)
Jalur Barat dan selatan dengan
melalui Malaka, Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara. Kedatangan bangsa Melayu Tua
dengan membawa kebudayaan kapak persegi
b.
Bangsa Melayu Muda
Bangsa Melayu Muda atau Deutro Melayu datang ke Indonesia sekitar
tahun 500 SM melalui jalur Barat yaitu teluk Tonkin, Vietnam, Thailand,
Semenanjung Malaka, Sumatera, dan Jawa. Mereka datang membawa kebudayaan
perunggu/dongson dan besi serta kebudayaan batu besar. Suku bangsa yang
merupakan keturunan bangsa Deutro Melayu adalah suku bangsa Jawa, Bali, Madura,
dan Banjar.
2.1.4. Sistem kepercayaan
Diantara system
kepercayaan yang dianut oleh warga Indonesia purba adalah animisme, dinamisme, veteisme, dan politheisme. Animism merupakan kepercayaan kepad roh yang mendiami semua benda
(pohon, batu, sungai, gunung, dan ssebagainya). Dinamisme adalah kepercayaan
bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dl mempertahankan hidup. Veteisme
adalah kepercayaan bahwa benda-benda seperti kayu atau batu memiliki kekuatan
sehingga penganut kepercayaan ini menyembah kayu/batu. Politheisme adalah satu bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu
Tuhan atau mempercayai bahawa Tuhan itu satu dalam tiga dan sebagainya atau
pemujaan banyak tuhan seperti dewa dan dewi yang dipuja di kuil bersama dengan upacara dan mitologi tertentu.
2.1.5. Penghidupan
Mata pencaharian dan penghidupan masyarakat
prasejarah di Indonesia berkisar antara kehidupan berburu dan meramu masyarakat
hutan, hingga kehidupan pertanian yang rumit, dengan kemampuan bercocok tanam
padi-padian, memelihara hewan ternak, hingga mampu membuat kerajinan tenun dan
tembikar.
Wilayah tropis dan kondisi
pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah)
mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM (Taylor, 2003: 8-9).
Kebudayaan Buni berupa budaya tembikar berkembang di pantai
utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M. Kebudayaan Buni mungkin merupakan
pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah
satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode
sejarah di pulau Jawa.
2.1.6. Peninggalan Masa Prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui
dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di
tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa
lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara antara
lain:
·
Situs
Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan
·
Lembah
Sangiran, sekarang menjadi Taman
Purbakala Sangiran
·
Situs
Purbakala Wajak, Tulungagung
·
Liang Bua, Pulau Flores
·
Gua
Leang-leang, Sulawesi
·
Situs Pasemah di Lampung
·
Situs
Pangguyangan, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat
·
Situs
Goa Pawon, Bandung, Jawa
Barat
2.2.Zaman Sejarah
2.2.1. Kerajaan Hindu-Budha tertua di Indonesia
Pengaruh Hindu-Budha masuk ke nusantara
bersamaan dengan hubungan dagang antara India dan Indonesia pada awal abad I. Hubungan
tersebut kemudian berkembang menjadi sarana penyebaran agama Hindu-Budha dalam
kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sedangkan berdasarkan penemuan dan
peninggalannya, terdapat tiga kerajaan Hindu-Budha tertua di Nusantara, yaitu:
a. Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur
Kerajaan Kutai terletak di daerah
Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yaitu di sekitar pertemuan
Sungai Mahakam dengan anak sungainya. Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai
sampai masuk ke Muarakaman memudahkan kegiatan perdagangan yang memperlancar
kemajuan Kerajaan Kutai.
Kerajaan Kutai didirikan oleh Aswawarman.
Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia yang dibuktikan
dengan prasasti Yupa yang menerangkan kerajaan Kutai. Yupa diidentifikasi
merupakan peninggalan Hindu-Budha karena Bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Sansekerta. Bahasa Sansekerta adlaah Bahasa Hindu Asli. Berdasarkan prasasti
tersebut, para ahli berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di
Indonesia.
b. Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat
Sejak tahun 400-500 M, dapat dipastikan
bahwa di jawa Barat telah ada kerajaan yang disebut Tarumanegara dengan rajanya
yang bernama Purnawarman. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara
Jawa Barat. Mengenai letak kerajaan Tarumanegara dapat dilihat dari kata tarum.
Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat yakni Sungai
Citarum. Kemungkinan, letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungan Citarum. Berkaitan
dengan itu, berdasarkan prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan bahwa pusat
kerajaan Tarumanegara ada di daerah Bekasi.
c. Kerajaan Kaling di jawa Tengah
Kerajaan Kaling merupakan kerajaan Budha.
Diperkirakan nama Kaling (Ho-ling) berhubungan dengan nama sebuah kerajaan di
India Selatan. Menurut berita Cina, di sebelah timur Kaling ada Po-li (Bali
sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-teng (Sumatera), sedangkan di
sebelah utara Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan
dengan samudra. Oleh karena itu, Kaling diperkirakan terletak di jawa Tengah.
Hal ini diperkuat dengan adanya nama wilayah Kaling di kecamatan Keling,
sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah.
2.2.2. Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Setelah agama Hindu-Budha berkembang di
tiga kerajaan tertua di Nusantara, agama tersebut berkembang di
kerajaan-kerajaan yang lain di wilayah Nusantara. Diantara kerajaan-kerajaan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan nasional
pertama di Indonesia karena pada masa kejayaannya, daerahnya meliputi Indonesia
bagian barat, Semenanjung Malaya, Siam bagian selatan, sebagian Filipina, dan
Brunei Dasussalam di Pulau Kalimantan. Selain itu, berdasarkan temuan
peninggalannya dapat diketahui daerah yang tunduk dengan Sriwijaya, misalnya
prasasti Karang Berahi di jambi, prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka, dan Candi
Muara Takus di Riau (Sardiman, 2008: 27).
Bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal
dari abad ke-7, seorang pendeta Tiongkok, I Tsing,
menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan (Wikipedia).
G. Coedes memperkirakan pusat pemerintahan
Sriwijaya berada di Palembang. Namun, beberapa ahli mempunyai pendapat lain,
seperti R. C. Majumdar (Pulau Jawa dan selanjutnya Ligor), H. G. Quatrich Wales
(Chaiya atau Perak), J.I. Moens (berawal di kedah dan berpindah ke Muara
Takus), Soekmono (Jambi), dan Boechari di Mukha Upang, Palembang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha
yang merupakan pusat studi agama Budha Mahayana di seluruh wilayah Asia
Tenggara. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa, ia memerintah sekitar abad
ke-9, yakni tahun 862 M.
Ditinjau dari perkembangan ekonominya,
Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan perekonomian dari
kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut. Perkembangannya didukung oleh
keadaan dan letak Sriwijaya yang strategis. Selain itu, Sriwijaya merupakan
pusat perdagangan. Sriwijaya juga mengekspor gading, kulit, dan beberapa jenis
binatang liar. Barang impornya antara lain beras, rempah-rempah, kayu manis,
kemenyan, emas, gading, dan binatang (Sardiman,
2008: 27-31).
Kerajaan Sriwijaya berakhir pada tahun 1377
yang disebabkan oleh serangan Kerajaan Majapahit. Selain itu, faktor-faktor
yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya diantaranya adalah faktor
geografis berupa perubahan letak Kerajaan Sriwijaya, lemahnya control
pemerintahan pusat, dan berkembangnya kekuatan politik di Jawa dan India (Sardiman, 2008: 32).
b. Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno berdiri sekitar abad
VIII dan diperkirakan berpusat di Jawa Tengah. Mengenai letaknya, ada ahli yang
berpendapat di Medang dan Poh Pitu. Letak Poh Pitu pun sampai sekarang belum
jelas.
Beberapa bukti keberadaan kerajaan ini
tertuang dalam beberapa prasasti, diantaranya yaitu Prasasti Canggal (654 S /
732 M), Prasasti Kalasan (700 S/778 M), Prasasti Klurak (704 S/782 M), dan Prasasti
Kedu atau Prasasti Balitung (829 S/907 M).
Dalam kerajaan ini, pemerintahan Sanjaya
beragama Hindu memerintah di bagian utara Jawa Tengah. Sebelum Sanjaya menjadi
raja Mataram Kuno, di Jawa Tengah sudah berkuasa seorang raja bernama Sanna.
Sanjaya memerintah Kerajaan Mataram Kuno
pada tahun 717-780 dan melakukan penaklukkan terhadap raja-raja kecil bekas
bawahan Sanna yang melepaskan diri.
Pengganti Sanjaya adalah puteranya yang
bernama Rakai Panangkaran yang memberikan perhatian terhadap perkembangan agama
Budha. Prasasti Kalasan menerangkan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama
Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Kata Syailendra
menegaskan bahwa Panangkaran termasuk keturunan Keluarga Syailendra. Begitupun
Raja Sanna dan Sanjaya.
Berikut ini adalah silsilah para Raja
Mataram Kuno.
Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir,
timbul persoalan karena adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah
memeluk agama Budha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).
Perpecahan keluarga tersebut diakhiri dengan pernikahan Rakai Pikatan (Hindu)
dengan Pramudyawardhani (Budha) putri dari Samaratungga pada tahun 832. Dengan
demikian, dinasti Syailendra akhirnya bersatu kembali di bawah pemerintahan
Rakai Pikatan.
Namun, bersatunya kedua golongan wangsa
Syailendra mendapat hambatan dari Balaputradewa yang merupakan anak dari
Samaratungga dengan Dewi Tara. Balaputradewa menentang Pikatan sehingga
terjadilah perang perebutan kekuasaan. Dalam pertempuran melawan Rakai Pikatan,
akhirnya Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa
kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
c. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293
M. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara
dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Sebelum berdirinya
Majapahit, Singhasari telah menjadi
kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang
menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan
tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan
marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin
mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan
senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit,
yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.
Pada tahun 1289,
Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta
upeti, namun ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam
negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam
serangan Jayakatwang pada tahun 1292. Raden Wijaya berhasil melarikan diri
bersama Aria Wiraraja ke Sumenep (Madura) dan di sana ia merencanakan strategi
untuk mendirikan kerajaan baru.
Atas Anjuran Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura
tunduk kepada Jayakatwang, sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam.
Jayakatwang yang tidak berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden
Wijaya. Sang Raden diijinkan membuka hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa
tentaranya dan pasukan Madura, ia membersihkan hutan itu sehingga layak
ditempati. Pada saat saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah
Maja yang banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya
pahit. Sejak itu, daerah tersebut diberi nama "Majapahit".
Pada bulan November
1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban dengan tujuan membalas perlakuan
Kertanagara atas utusan Mongol. Namun, Kertanegara telah meninggal. Raden
Wijaya memanfaatkan bersekutu dengan Mongol untuk menyerang Singhasari yang
kini dikuasai Jayakatwang. Setelah kekuatan Jayakatwang dihancurkan, tahun 1293
Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol, dan akhirnya Mongol meninggalkan
tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar
Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di
wilayah Kabupaten Mojokerto).
Tanggal pasti yang
digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa
Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak
berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini
tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa
mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus
Wijaya adalah Jayanegara. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu
tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana
menunjuk Gajah Mada sebagai
Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan.
Sumpah Palapa adalah
suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara
pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258Saka (1336 M).
Sumpah Palapa ini
ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi,
Sira Gajah Madapatih
Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah
nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura,
ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana
isun amukti palapa”.
Terjemahannya,
Beliau Gajah Mada Patih
Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah
mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan
Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Dari isi naskah ini
dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah
Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana
berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan
oleh putranya, Hayam Wuruk.
Hayam Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah
tahun 1351-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara (Bhre Kahuripan II).
Kemunduran Majapahit ditandai dengan
Candra Sengkala “Sirna Ilang Kerta ning Bumi” yang berarti tahun 1400 S
atau tahun 1478 M. Beberapa hal yang dapat dijadikan penyebab kemunduran
Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.
1)
Meninggalnya
Gajah Mada tahun 1364 menyebabkan Hayam Wuruk kesulitan mencari pengganti
karena tidak terdapat patih yang sekuat dan sebesar Gajah Mada.
2)
Kekosongan tersebut dilanjutkan dengan
kematian Hayam Wuruk pada tahun 1389.
3)
Perang Paregreg yang terjadi tahun
1401-1406. Perang tersebut merupakan perang saudara yang memperlemah Majapahit.
Dalam perang ini, akhirnya Bre Wirabumi (anak Hayam Wuruk dari selir) -yang
meninginkan kekuasaan- dapat dikalahkan. Namun, perang Paregreg selama 8 tahun telah
menggoyahkan keutuhan Kerajaan majapahit sehingga mengalami kemunduran.
4)
Munculnya kekuatan politik baru dari
perkembangan Islam di pesisir Jawa. Tampilnya Girindrawardana (1478-1519)
sebagai raja, dikatakan sebagai masa keruntuhan Kerajaan Majapahit. Sesudah
Girindrawardana dikalahkan oleh tentara Islam dari Demak, maka Majapahit
benar-benar runtuh (Sardiman,
2008: 46-47).
3. KESIMPULAN
a. Nusantara pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat
panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan
yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil
hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan,
logam (besi dan perunggu), serta gerabah. Hal terpenting untuk diketahui yang
berkaitan dengan tema besar makalah ini adalah bahwa agama orang-orang
Indonesia pada zaman pra sejarah adalah agama lokal yaitu animisme dan dinamisme, sampai datang agama Hindu yang dibawa oleh India ke
Indonesia.
b. Kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia yang dipengaruhi oleh
Hindu-Budha adalah Kerajaan Kutai, Tarumanegara, dan Kaling.
c. Kerajaan-kerajaan besar yang sangat berperan penting dalam
perkembangan peradaban Indonesia sebelum dikuasai oleh Islam adalah kerajaan
Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit.
d. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah
Indonesia.
e. Kerajaan majapahit dikalahkan oleh Kerajaan Islam Demak.
4. REFERENSI
van Bemmelen, R.E. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague: Government Printing.
Hall, D.G.E. 1961. Historians of South East Asia. London: Oxford University Press.
Hall, D.G.E. 1961. Historians of South East Asia. London: Oxford University Press.
http://asalusultokwes.blogspot.com/, diakses pada tanggal 9 April 2014.
https://docs.google.com/document/d/1p5XFSvoP1QUdO1D5PxisNeAploSip9Cs6b0Gk2QzVH0/edit, diakses pada tanggal 8 April 2014.
http://id.rodovid.org/wk/Orang:26252, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit, diakses pada tanggal 2 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara_pada_periode_prasejarah, diakses pada tanggal 2 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pleistosen, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya, diakses pada tanggal 2 April 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Palapa, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Politeisme, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://sarjiono774.wordpress.com/wirabumi-di-kalahkan-wikramawardhana-tahun-1409/, diakses pada tanggal 9 April 2014.
http://wongwedoknusantara.blogspot.com/2011/07/suhita.html, diakses pada tanggal 9 April 2014.
Poespanegoro, M. Djoned dan N. Notsusanto. 2008. Sejarah
Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
Sardiman. 2008. Sejarah 2: SMA Kelas XI. Jakarta:
Yudhistira.
Taylor, Jean Gelman. 2003. Indonesia: Peoples and Histories.
New Haven and London: Yale University Press.