Monday, April 28, 2014

Indonesia Sebelum Islam

April 28, 2014
1.      PENDAHULUAN
Kepulauan Indonesia terletak antara 5˚ 54’ Lintang Utara dan 11˚ Lintang Selatan serta 95˚ 01’ Bujur Timur dan 141˚ 02’ Bujur Timur. Oleh karena itu, Indonesia termasuk daerah khatulistiwa dan berada di daerah tropis embusan angin musim Indo-Australia. Ciri-ciri iklimnya ialah berhawa tropis dengan curah hujan yang tinggi (Bemmelen, 1949: 6).
Angin musim jelas berpengaruh pada pola pelayaran. Pada gilirannya ia memengaruhi pelbagai kegiatan yang dilaksanakan dengan perahu. Misalnya penangkapan ikan, danyang lebih penting lagi perdagangan, termasuk pelayaran perdagangan dari dan ke Indonesia.
Selain menjadi jembatan antara daratan Asia dan benua Australia, kepulauan Indonesia juga terletak dalam jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan zaman kuno, yaitu India dan Cina. Letaknya yang berada dalam jalur perdagangan “internasional” ini besar pengaruhnya pada perkembangan zaman kuno Nusantara.
Di Indonesia, bukti arkeologi yang berasal dari masa sebelum adanya tulisan mengisyaratkan bahwa situs-situs awal yang menunnjukkan dimulainya hidup menetap selalu ditemukan di wilayah pantai. Hasil penelitian situs Sembiran, Bali, memperlihatkan bahwa pemukiman di wilayah ini telah berkembanga sejak awal abad Masehi dan kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke daerah pedalaman. (Poespanegoro, 2008: 3).
Pada awal sejarah, ketika tulisan mulai dikenal dan hubungan dengan luar terjalin secara lebih intensif, tampaknya permukiman pantai masih terus berkembang meskipun kemudian terjadi perubahan kea rah pedalaman. Kerajaan Tarumanagara misalnya, meskipun sebagian besar jalur prasastinya tersebar di daerah pedalaman, ketergantungannya terhadap jalur-jalur yang menghubungkannya dengan daerah pantai masih sangat kuat. Lagi pula, prasasti Tugu, yang merupakan prasasti terlengkap dari masa itu dilihat dari isinya, ditemukan tidak jauh dari pantai Tanjung Priok. Prasasti Sojomerto, yang menyebut Dapunta Selendra, tokoh yang idduga menurunkan raja-raja Sailendra dan menggunakan Bahasa Melayu kuno dan diperkirakan prasasti tertua di wilayah Jawa Tengah juga ditemukan tidak terlalu jauh dari pantai.
Sejak zaman prasejarah, penduduk Indonseia adalah pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.
Berdasarkan penelitian prasejarah, terdapat peninggalan benda-benda prasejarah yang mengandung ciri-ciri yang menunjukkan adanya hubungan antara kepulauan Indonesia dengan pelbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Khususnya nekara perunggu telah menjadi sasaran penelitian banyak ahli. Yang terkenal adalah hasil penelitian F. Heger yang hingga sekarang masih digunakan sebagai dasark klasifikasi pelbagai jenis nekara perunggu di Asia Tenggara.
Untuk menjelaskan keadaan Indonesia yang mula-mula ditemui oleh para pedagang dari luar Asia Tenggara, khususnya para pedagang India, beberapa ahli menekankan bahwa di Indonesia pada saat itu telah berkembang masyarakat-masyarakat yang memiliki pranata yang memungkinkan masyarakat-masyarakat itu mendapat manfaat dari hubungan tadi.
J. C. van Leur dan O. W. Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina (Poespanegoro, 2008: 8). Para ahli berpendapat sulitnya menentukan kapan dan mengapa hubungan dagang tersebut mulai berkembang. Mereka mengajukkan degaan bahwa hubungan dagang antara India dan kepulauan Indonesia telah lama terjadi sebelum hal itu disunggung dalam catatan sejarah (Hall, 1968: 12). Hubungan itu pada mulanya sangat jarang. Kemudian hubungan tersebut semakin meningkat karena faktor-faktor yang mendorong bertambah ramainya hubungan dagang tersebut. Ada pendapat bahwa perluasan pelayaran perdagangan ke arah timur India karena diketahuinya angina musim yang baik untuk berlayar menyeberangi Samudera India ke timur dan sebaliknya (Poespanegoro, 2008: 8).
Dalam meneliti masa awal pelayaran ke arah timur India, dan khususnya ke Indonesia, para sarjana Barat pada umumnya lebih banyak menyoroti peran pelaut Barat, Arab, India, dan Cina (Poespanegoro, 2008: 8).
Sehubungan dengan kenyataan yang ditemukan oleh penelitian-penelitian tersebut, bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa pelayaran ke Teluk Benggala, dan mungkin juga sampai ke India Selatan, bukanlah hal yang sulit untuk pelaut Indonesia.
Kesulitan untuk mengetahui keadaan awal hubungan antara Indonesia dengan India disebabkan tidak terdapatnya sumber-sumber yang dapat memberikan keterangan yang jelas. Sumber-sumber tertulis dari zaman itu yang berasal dari Indonesia tidak ada karena menurut hasil penelitian para ahli, tulisan yang kemudian umum digunakan di Indonesia justru berasal dari tulisan India.
Salah satu kitab yang sering disebut oleh para peneliti adalah kitab Jataka. Kitab lainnya yang banyak dijadikan sumber adalah kitab Ramayana. Kitab yang amat terkenal ini menyebut Yawadwipa. Dikisahkan bahwa tentara kera yang bertugas mencarai Sita di negeri-negeri sebelah timur telah memeriksa Yawadwipa yang dihias oleh tujuh kerajaan. Pulau ini adalah “pulau emas dan perak”. Kitab ini juga menyebut nama Suwarnnadwipa, sebuah nama yang kemudian memang digunakan untuk menyebut Sumatra. Nama itu sendiri berarti pulau emas (Poespanegoro, 2008: 9).
Dalam usaha untuk mengetahui awal hubungan India dengan daerah-daerah di sebelah timurnya, para peneliti telah pula mengkaji sumber-sumber Barat zaman kuno. Sebuah kitab yang banyak dikasji sebagai sumber adalah kitab Periplous tes Erythras thalases. Periplous adalah sebuah kitab pedoman untuk berlayar di lautan Erythrasa, yaitu Samudra India. Kitab ini ditulis oleh seorang nakhoda Yunani-Mesir yang biasa mengadakan pelayaran antara Asia Barat dan India. Diperkirakan bahwa kitab ini ditulis pada tarikh masehi.
Keterangan dalam Perplous mengenai daerah jalur pelayaran antara Asia Barat dan India lengkap dan cukup dapat dipercaya. Akan tetapi, keterangan mengenai daerah yang letaknya lebih ke timur sangat samar-samar. Khususnya keterangan mengenai keadaan geografi. Hal ini dapat dimengerti karena penulis Periplous tidak pernah melayari jalur timur. Pengetahuannya mengenai jalur timur ini diperoleh dari keterangan para pedagang dan pelaut yang melayari jalur timur yang ditemuinya di pelabuhan-pelabuhan India Selatan (Poespanegoro, 2008: 10).
Dari pemaparan tersebut jelaslah bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara India dan Indonesia dalam proses berdiri dan berkembangnya Indonesia terutama dalam masuknya nilai-nilai agama ke dalam tubuh Nusantara.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas perkembangan Indonesia sejak zaman pra sejarah dan zaman sejarah yang dibatasi pada pembahasan mengenai kerajaan-kerajaan tertua Hindu-Budha di Indonsia serta kerajaan-kerajaan yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap perkembangan Indonesia sebelum masuknya Islam ke Indonesia.

2.      PEMBAHASAN : INDONESIA SEBELUM ISLAM
Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumaterasampai Papua. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia-Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Nusantara terdiri dari dua kata yaitu Nusa (pulau) dan Antara. Hal ini dikarenakan pulau-pulau yang diberi nama “Nusantara” berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan kesatuangeografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris (Wikipedia).
Pembahasan mengenai Indonesia sebelum Islam dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu Indonesia zaman prasejarah dan Indonesia zaman sejarah. Zaman Prasejarah adalah zaman sebelum manusia mengenal tulisan atau uraian mengenai kehidupan serta kebudayaan manusia pada masa lampau sebelum ada bukti-bukti tertulis. Zaman Sejarah adalah zaman ketika peninggalan tertulis sudah ditemukan. Setiap daerah memasuki zaman sejarah dalam waktu yang berbeda-beda.
2.1.Indonesia Zaman Prasejarah
Nusantara pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah.
2.1.1. Geologi
Wilayah Nusantara merupakan kajian yang menarik dari sisi geologi karena sangat aktif. Di bagian timur hingga selatan kepulauan ini terdapat busur pertemuan dua lempeng benua yang besar: Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di bagian ini, lempeng Eurasia bergerak menuju selatan dan menghunjam ke bawah Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara. Akibat hal ini terbentuk barisan gunung api di sepanjang Pulau Sumatera, Jawa, hingga pulau-pulau Nusa Tenggara.
Di bagian timur terdapat pertemuan dua lempeng benua besar lainnya, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Pertemuan ini membentuk barisan gunung api di Kepulauan Maluku bagian utara ke arah bagian utara Pulau Sulawesi menuju Filipina.
Wilayah barat Nusantara modern muncul kira-kira sekitar kala Pleistosen terhubung dengan Asia Daratan. Sebelumnya diperkirakan sebagian wilayahnya merupakan bagian dari dasar lautan.
Di akhir Zaman Es terakhir (20.000-10.000 tahun yang lalu) suhu rata-rata bumi meningkat dan permukaan laut meningkat pesat. Pada periode inilah terbentuk Semenanjung Malaya, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau-pulau di sekitarnya. Di timur, Pulau Irian dan Kepulauan Aruterpisah dari daratan utama Benua Australia. Kenaikan muka laut ini memaksa masyarakat penghuni wilayah ini saling terpisah dan mendorong terbentuknya masyarakat penghuni Nusantara modern.
2.1.2. Arkeologi
Ilmu kepurbakalaan yang mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah purbakala manusia purba berupa benda-benda budaya, artefak untuk menyusun kembali (rekonstruksi) kehidupan manusia dan masyarakat purba.
Jika ditinjau dari arkeologi, zaman prasejarah dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a.    Zaman Batu

Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:

1)   Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang.  
Homo erectus diketahui menggunakan alat batu kasar khas paleolitik dan juga alat yang terbuat dari cangkang kerang, hal ini berdasarkan temuan di Sangiran dan Ngandong.
2)   Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)
Ciri zaman Mesolithikum:
·      Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
·      Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.
·      Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)
·      Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
·      Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.
·      Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain Flakes (Alat serpih), ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.
3)   Neolitikumum (Zaman Batu Muda)
Batu yang diasah adalah bukti peradaban neolitik, misalnya mata kapak batu dan mata cangkul batu yang diasah. Batu yang diasah dan dihaluskan ini dikembangkan oleh orang-orang Austronesia yang menghuni kepulauan Indonesia. Pada periode ini pula berkembang struktur batu besar atau megalitik di Nusantara.

4)   Megalitikum (Zaman Batu Besar)

Nusantara adalah rumah bagi banyak situs megalitik bangsa Austronesia pada masa lalu hingga masa kini. Beberapa struktur megalitik telah ditemukan, misalnya menhir, dolmen, meja batu, patung nenek moyang, danpiramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Struktur megalitik ini ditemukan di Jawa, Sumatera,Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Tradisi megalitik yang hidup tetap bertahan di Nias, pulau yang terisolasi di lepas pantai barat Sumatera, Kebudayaan Batak di pedalaman Sumatera Utara, pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, serta kebudayaan Toraja di pedalaman Sulawesi Selatan. Tradisi megalitik ini tetap bertahan, terisolasi, dan tak terusik hingga akhir abad ke-19.
b.    Zaman Logam
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Zaman logam ini dibagi atas:

1)   Zaman Perunggu

Kebudayaan Dong Son menyebar ke Indonesia membawa teknik peleburan dan pembuatan alat logam perunggu, pertanian padi lahan basah, ritual pengorbanan kerbau, praktik megalitik, dantenun ikat. Praktik tradisi ini ditemukan di masyarakat Batak dan Toraja serta beberapa pulau di Nusa Tenggara.
2)   Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:
·      Mata Kapak bertungkai kayu
·      Mata Pisau
·      Mata Sabit
·      Mata Pedang
·      Cangkul
Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).
2.1.3. Migrasi manusia
Pleistosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Namanya berasal dari bahasa Yunani Ļ€Ī»Īµįæ–ĻƒĻ„ĪæĻ‚ (pleistos, "paling") dan ĪŗĪ±Ī¹Ī½ĻŒĻ‚ (kainos, "baru"). Pleistosen mengikuti Pliosen dan diikuti oleh Holosen dan merupakan kala ketiga pada periode Neogen. Akhir Pleistosen berhubungan dengan akhir Zaman Paleolitikum yang dikenal dalam arkeologi.
Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir.
Jenis-jenis manusia purba di Indonesia:

Sejak zaman prasejarah sudah terjadi perpindahan penduduk/ migrasi. Menurut Kern dan Heine Geldern sejak zaman batu terutama zaman neolithikum hingga zaman perunggu teleh terjadi migrasi besar dari daratan Asia ke berbagai kepulauan di selatan (Austronesia).
Perpindahan tersebut berasal dari Yunan di lembah Sungai Mekong (Cina) dan lembah Salwen (India). Dari daerah inilah nenek moyang bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 gelombang.
Berdasarkan penelitian para ahli purbakala, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan (Cina). Mereka datang ke Indonesia dalam dua kelompok besar, yaitu bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu.
a.    Bangsa Proto Melayu (Melayu tua):
Bangsa Melayu tua adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang sekitar tahun 2000 SM, dengan melalui dua jalur:
1)  Jalur utara dan timur melalui Teluk Tonkin, Taiwan/Formosa, Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan membawa kapak lonjong.
2)  Jalur Barat dan selatan dengan melalui Malaka, Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara. Kedatangan bangsa Melayu Tua dengan membawa kebudayaan kapak persegi
b.    Bangsa Melayu Muda
Bangsa Melayu Muda atau Deutro Melayu datang ke Indonesia sekitar tahun 500 SM melalui jalur Barat yaitu teluk Tonkin, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaka, Sumatera, dan Jawa. Mereka datang membawa kebudayaan perunggu/dongson dan besi serta kebudayaan batu besar. Suku bangsa yang merupakan keturunan bangsa Deutro Melayu adalah suku bangsa Jawa, Bali, Madura, dan Banjar.
2.1.4. Sistem kepercayaan
Diantara system kepercayaan yang dianut oleh warga Indonesia purba adalah animisme, dinamisme, veteisme, dan politheisme. Animism merupakan kepercayaan kepad roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan ssebagainya). Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dl mempertahankan hidup. Veteisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda seperti kayu atau batu memiliki kekuatan sehingga penganut kepercayaan ini menyembah kayu/batu. Politheisme adalah satu bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan atau mempercayai bahawa Tuhan itu satu dalam tiga dan sebagainya atau pemujaan banyak tuhan seperti dewa dan dewi yang dipuja di kuil bersama dengan upacara dan mitologi tertentu.
2.1.5. Penghidupan
Mata pencaharian dan penghidupan masyarakat prasejarah di Indonesia berkisar antara kehidupan berburu dan meramu masyarakat hutan, hingga kehidupan pertanian yang rumit, dengan kemampuan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak, hingga mampu membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Wilayah tropis dan kondisi pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah) mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM (Taylor, 2003: 8-9).
Kebudayaan Buni berupa budaya tembikar berkembang di pantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M. Kebudayaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa.
2.1.6. Peninggalan Masa Prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara antara lain:
·       Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan
·       Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala Sangiran
·       Situs Purbakala Wajak, Tulungagung
·       Liang Bua, Pulau Flores
·       Gua Leang-leang, Sulawesi
·       Situs Pasemah di Lampung
·       Situs Cibedug, Banten
·       Situs Pangguyangan, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat
·       Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat
·       Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat
2.2.Zaman Sejarah
2.2.1.  Kerajaan Hindu-Budha tertua di Indonesia
Pengaruh Hindu-Budha masuk ke nusantara bersamaan dengan hubungan dagang antara India dan Indonesia pada awal abad I. Hubungan tersebut kemudian berkembang menjadi sarana penyebaran agama Hindu-Budha dalam kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sedangkan berdasarkan penemuan dan peninggalannya, terdapat tiga kerajaan Hindu-Budha tertua di Nusantara, yaitu:
a. Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur
Kerajaan Kutai terletak di daerah Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yaitu di sekitar pertemuan Sungai Mahakam dengan anak sungainya. Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke Muarakaman memudahkan kegiatan perdagangan yang memperlancar kemajuan Kerajaan Kutai.
Kerajaan Kutai didirikan oleh Aswawarman. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia yang dibuktikan dengan prasasti Yupa yang menerangkan kerajaan Kutai. Yupa diidentifikasi merupakan peninggalan Hindu-Budha karena Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Sansekerta. Bahasa Sansekerta adlaah Bahasa Hindu Asli. Berdasarkan prasasti tersebut, para ahli berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia.
b. Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat
Sejak tahun 400-500 M, dapat dipastikan bahwa di jawa Barat telah ada kerajaan yang disebut Tarumanegara dengan rajanya yang bernama Purnawarman. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa Barat. Mengenai letak kerajaan Tarumanegara dapat dilihat dari kata tarum. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat yakni Sungai Citarum. Kemungkinan, letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungan Citarum. Berkaitan dengan itu, berdasarkan prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan bahwa pusat kerajaan Tarumanegara ada di daerah Bekasi.
c. Kerajaan Kaling di jawa Tengah
Kerajaan Kaling merupakan kerajaan Budha. Diperkirakan nama Kaling (Ho-ling) berhubungan dengan nama sebuah kerajaan di India Selatan. Menurut berita Cina, di sebelah timur Kaling ada Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-teng (Sumatera), sedangkan di sebelah utara Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra. Oleh karena itu, Kaling diperkirakan terletak di jawa Tengah. Hal ini diperkuat dengan adanya nama wilayah Kaling di kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah.
2.2.2.    Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Setelah agama Hindu-Budha berkembang di tiga kerajaan tertua di Nusantara, agama tersebut berkembang di kerajaan-kerajaan yang lain di wilayah Nusantara. Diantara kerajaan-kerajaan tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan nasional pertama di Indonesia karena pada masa kejayaannya, daerahnya meliputi Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, Siam bagian selatan, sebagian Filipina, dan Brunei Dasussalam di Pulau Kalimantan. Selain itu, berdasarkan temuan peninggalannya dapat diketahui daerah yang tunduk dengan Sriwijaya, misalnya prasasti Karang Berahi di jambi, prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka, dan Candi Muara Takus di Riau (Sardiman, 2008: 27).
Bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari abad ke-7, seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan (Wikipedia).
G. Coedes memperkirakan pusat pemerintahan Sriwijaya berada di Palembang. Namun, beberapa ahli mempunyai pendapat lain, seperti R. C. Majumdar (Pulau Jawa dan selanjutnya Ligor), H. G. Quatrich Wales (Chaiya atau Perak), J.I. Moens (berawal di kedah dan berpindah ke Muara Takus), Soekmono (Jambi), dan Boechari di Mukha Upang, Palembang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang merupakan pusat studi agama Budha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa, ia memerintah sekitar abad ke-9, yakni tahun 862 M.
Ditinjau dari perkembangan ekonominya, Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan perekonomian dari kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut. Perkembangannya didukung oleh keadaan dan letak Sriwijaya yang strategis. Selain itu, Sriwijaya merupakan pusat perdagangan. Sriwijaya juga mengekspor gading, kulit, dan beberapa jenis binatang liar. Barang impornya antara lain beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang (Sardiman, 2008: 27-31).
Kerajaan Sriwijaya berakhir pada tahun 1377 yang disebabkan oleh serangan Kerajaan Majapahit. Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya diantaranya adalah faktor geografis berupa perubahan letak Kerajaan Sriwijaya, lemahnya control pemerintahan pusat, dan berkembangnya kekuatan politik di Jawa dan India (Sardiman, 2008: 32).
b.    Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno berdiri sekitar abad VIII dan diperkirakan berpusat di Jawa Tengah. Mengenai letaknya, ada ahli yang berpendapat di Medang dan Poh Pitu. Letak Poh Pitu pun sampai sekarang belum jelas.
Beberapa bukti keberadaan kerajaan ini tertuang dalam beberapa prasasti, diantaranya yaitu Prasasti Canggal (654 S / 732 M), Prasasti Kalasan (700 S/778 M), Prasasti Klurak (704 S/782 M), dan Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung (829 S/907 M).
Dalam kerajaan ini, pemerintahan Sanjaya beragama Hindu memerintah di bagian utara Jawa Tengah. Sebelum Sanjaya menjadi raja Mataram Kuno, di Jawa Tengah sudah berkuasa seorang raja bernama Sanna.
Sanjaya memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717-780 dan melakukan penaklukkan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri.
Pengganti Sanjaya adalah puteranya yang bernama Rakai Panangkaran yang memberikan perhatian terhadap perkembangan agama Budha. Prasasti Kalasan menerangkan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Kata Syailendra menegaskan bahwa Panangkaran termasuk keturunan Keluarga Syailendra. Begitupun Raja Sanna dan Sanjaya.
Berikut ini adalah silsilah para Raja Mataram Kuno.

Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir, timbul persoalan karena adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Budha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa). Perpecahan keluarga tersebut diakhiri dengan pernikahan Rakai Pikatan (Hindu) dengan Pramudyawardhani (Budha) putri dari Samaratungga pada tahun 832. Dengan demikian, dinasti Syailendra akhirnya bersatu kembali di bawah pemerintahan Rakai Pikatan.
Namun, bersatunya kedua golongan wangsa Syailendra mendapat hambatan dari Balaputradewa yang merupakan anak dari Samaratungga dengan Dewi Tara. Balaputradewa menentang Pikatan sehingga terjadilah perang perebutan kekuasaan. Dalam pertempuran melawan Rakai Pikatan, akhirnya Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
c.       Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293 M. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upetiKertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.
Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta upeti, namun ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun 1292. Raden Wijaya berhasil melarikan diri bersama Aria Wiraraja ke Sumenep (Madura) dan di sana ia merencanakan strategi untuk mendirikan kerajaan baru.
Atas Anjuran  Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura tunduk kepada Jayakatwang, sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Jayakatwang yang tidak berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden Wijaya. Sang Raden diijinkan membuka hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa tentaranya dan pasukan Madura, ia membersihkan hutan itu sehingga layak ditempati. Pada saat saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja yang banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit. Sejak itu, daerah tersebut diberi nama "Majapahit".
Pada bulan November 1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban dengan tujuan membalas perlakuan Kertanagara atas utusan Mongol. Namun, Kertanegara telah meninggal. Raden Wijaya memanfaatkan bersekutu dengan Mongol untuk menyerang Singhasari yang kini dikuasai Jayakatwang. Setelah kekuatan Jayakatwang dihancurkan, tahun 1293 Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol, dan akhirnya Mongol meninggalkan tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di wilayah Kabupaten Mojokerto).
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk RanggalaweSora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan.
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258Saka (1336 M).
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi,
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya,
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Dari isi naskah ini dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Hayam Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1351-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara (Bhre Kahuripan II).
Kemunduran Majapahit ditandai dengan Candra Sengkala “Sirna Ilang Kerta ning Bumi” yang berarti tahun 1400 S atau tahun 1478 M. Beberapa hal yang dapat dijadikan penyebab kemunduran Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.
1)        Meninggalnya Gajah Mada tahun 1364 menyebabkan Hayam Wuruk kesulitan mencari pengganti karena tidak terdapat patih yang sekuat dan sebesar Gajah Mada.
2)        Kekosongan tersebut dilanjutkan dengan kematian Hayam Wuruk pada tahun 1389.
3)        Perang Paregreg yang terjadi tahun 1401-1406. Perang tersebut merupakan perang saudara yang memperlemah Majapahit. Dalam perang ini, akhirnya Bre Wirabumi (anak Hayam Wuruk dari selir) -yang meninginkan kekuasaan- dapat dikalahkan. Namun, perang Paregreg selama 8 tahun telah menggoyahkan keutuhan Kerajaan majapahit sehingga mengalami kemunduran.
4)        Munculnya kekuatan politik baru dari perkembangan Islam di pesisir Jawa. Tampilnya Girindrawardana (1478-1519) sebagai raja, dikatakan sebagai masa keruntuhan Kerajaan Majapahit. Sesudah Girindrawardana dikalahkan oleh tentara Islam dari Demak, maka Majapahit benar-benar runtuh (Sardiman, 2008: 46-47).

3.      KESIMPULAN
a.       Nusantara pada periode prasejarah mencakup suatu periode yang sangat panjang, kira-kira sejak 1,7 juta tahun yang lalu, berdasarkan temuan-temuan yang ada. Pengetahuan orang terhadap hal ini didukung oleh temuan-temuan fosil hewan dan manusia (hominid), sisa-sisa peralatan dari batu, bagian tubuh hewan, logam (besi dan perunggu), serta gerabah. Hal terpenting untuk diketahui yang berkaitan dengan tema besar makalah ini adalah bahwa agama orang-orang Indonesia pada zaman pra sejarah adalah agama lokal yaitu animisme dan dinamisme, sampai datang agama Hindu yang dibawa oleh India ke Indonesia.
b.      Kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia yang dipengaruhi oleh Hindu-Budha adalah Kerajaan Kutai, Tarumanegara, dan Kaling.
c.       Kerajaan-kerajaan besar yang sangat berperan penting dalam perkembangan peradaban Indonesia sebelum dikuasai oleh Islam adalah kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit.
d.      Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
e.       Kerajaan majapahit dikalahkan oleh Kerajaan Islam Demak.

4.      REFERENSI
van Bemmelen, R.E. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague: Government Printing.
Hall, D.G.E. 1961. Historians of South East Asia. London: Oxford University Press.

http://asalusultokwes.blogspot.com/, diakses pada tanggal 9 April 2014.


http://id.rodovid.org/wk/Orang:26252, diakses pada tanggal 9 April 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit, diakses pada tanggal 2 April 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara, diakses pada tanggal 9 April 2014.


http://id.wikipedia.org/wiki/Pleistosen, diakses pada tanggal 9 April 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah, diakses pada tanggal 9 April 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya, diakses pada tanggal 2 April 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Palapa, diakses pada tanggal 9 April 2014.

http://ms.wikipedia.org/wiki/Politeisme, diakses pada tanggal 9 April 2014.




Poespanegoro, M. Djoned dan N. Notsusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Sardiman. 2008. Sejarah 2: SMA Kelas XI. Jakarta: Yudhistira.

Taylor, Jean Gelman. 2003. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press.
Copyright © KESAKSIAN. All rights reserved. Template by CB Blogger